Kamis, 10 November 2011

Ulasan Buku: Emeritus


Judul: Emeritus
Penulis: Ita Siregar
Penerbit: Inspirasi, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta
Tahun: 2011
Klasifikasi: Novel (Kristen)
ISBN: 978-979-687-953-3
Apa yang pertama kali terlintas di pikiran Anda kalau mendengar kata “Pendeta Emeritus?” Bagi saya, yang pertama kali terlintas di benak saya adalah seorang pria tua, bisa dikatakan lansia, dengan kacamata silinder besar dan sedikit uban di pelipisnya, mengenakan kemeja hitam dengan jas model kuno yang serasi dengan celana panjangnya ditambah ornamen persegi putih di kerahnya menutupi kancing teratas kemejanya, berbicara di mimbar dengan ilustrasi-ilustrasi yang dianggap membosankan bagi sebagian besar generasi muda.

Selasa, 08 November 2011

Cita-cita

Ketika itu saya masih kelas 2 SD dan berusia 7 tahun. Ibu guru di kelas memberikan pertanyaan, "Apa cita-cita kalian? Kalian pikirkan jawabannya di rumah, besok ibu tanya lagi."

Itulah pertama kalinya seumur hidup saya mendengar kata "cita-cita." Setibanya di rumah, saya langsung menanyakannya pada ibu.

Senin, 31 Oktober 2011

31 Oktober

31 Oktober bisa dikatakan adalah tanggal bersejarah bagi umat Kristen di seluruh dunia, baik Katolik maupun Protestan, antar denominasi apapun. Terkait peristiwa apa? Orang bisa mengaitkan tanggal ini pada 31 Oktober 1517, ketika Martin Luther memulai reformasinya dengan 95 dalil yang terkenal itu.

"Itu kan tanggal perpecahan?" mungkin demikian kata beberapa orang, "Membahasnya hanya akan memunculkan masalah lebih lanjut."

Ya, memang. Tapi tidak pernahkah Anda mendengar apa yang terjadi 31 Oktober 1999?


Minggu, 16 Oktober 2011

Ajarlah Kami Berdoa


Sebuah misteri yang luar biasa, bagaimana manusia bisa berkomunikasi dengan Penciptanya. Tuhan adalah sosok yang tidak kelihatan tapi kita yakin bahwa Ia ada. Lalu bagaimana berkomunikasi dengan-Nya?
Baiklah, komunikasi satu arah mungkin saja terjadi: kita yang mendominasi percakapan. Kita berbicara kepada Tuhan ibarat menulis surat yang ditujukan pada Tuhan. Lalu bagaimana balasan-Nya? Mungkinkah kita mendengarkan suara-Nya? Kalau sosok-Nya saja tidak tampak, bagaimana dengan suara-Nya? Pertanyaan lebih dalam pun muncul: mungkinkah komunikasi dua arah bisa terjadi dengan Tuhan?
Atau mungkinkah terkabulnya suatu permohonan sudah merupakan jawaban dari Tuhan; sudah mewakili suara Tuhan dalam komunikasi ini?

Senin, 10 Oktober 2011

Akhir Zaman

Woaah... Sepertinya topik yang sangat berat. Tidak hanya berat, juga kontroversial! Beberapa orang yang mengenal saya mungkin akan heran: tidak biasanya saya mengeluarkan tulisan-tulisan seperti ini. Apakah saya yakin mau membahas topik itu di sini? Jawabannya: ya, saya yakin!

Memangnya ada apa sih, kok, seolah-olah Orang Kristen banyak menghindari topik tentang "Akhir Zaman" ini? Saya akan memberikan beberapa argumen saya, kira-kira, mengapa Orang Kristen seolah-olah "alergi" dengan topik-topik sejenis ini.

Pertama, banyak gereja yang menggunakan topik ini untuk menakut-nakuti jemaatnya. Mohon maaf, tapi blakblakan saja: hal seperti ini jelas-jelas terjadi. Dengan sikap seperti ini diharapkan jemaat akan semakin memenuhi ruangan ibadah.

"Bertobatlah! Karena Tuhan Yesus sudah mau datang!"

Tidak salah, memang, tapi motivasi jemaat untuk beribadah akan berubah. Jemaat akan datang beribadah lebih dengan perasaan ketakutan akan penghukuman itu, ketimbang melihat esensi bahwa ibadah sebenarnya kebutuhan mereka. Akibatnya, jemaat yang gerah dengan "ancaman-ancaman" seperti itu akan merasa tidak nyaman ketika membicarakan topik ini.

"Jangan mengajakku lagi ke gereja itu! Di sana mereka hanya membicarakan tentang kiamat seolah mereka sudah putus asa dan merasa tidak akan ada hari esok lagi."

Dalam hal ini, gereja menanamkan pemahaman yang salah kepada jemaatnya. Motivasi awalnya memang baik, tapi tidak disampaikan dengan benar sehingga menjadi jerat bagi gereja itu sendiri.

Di sisi lain, saya juga melihat banyak gereja yang justru menghindari topik-topik semacam ini. Mereka tidak ingin menghantui jemaat mereka dengan cerita-cerita tentang langit yang runtuh, bumi yang hancur, dan sebagainya. Akibatnya, pemahaman jemaat mereka dangkal dan mereka dengan mudah disesatkan ketika ada ajaran yang menyimpang terkait topik ini.

Saya juga melihat ada gereja yang melihat topik akhir zaman sebagai "puzzle" yang harus dipecahkan. Mereka -- dengan pemahaman Alkitab yang dangkal, menurut saya -- mengaitkan ayat-ayat satu sama lain, mencari kecocokannya, dan membuat skenario akhir zaman mereka sendiri. Mereka bahkan bisa menceritakan urut-urut kejadiannya: apa yang akan terjadi setelah apa, mulainya kira-kira kapan, berapa lama masanya, dan seterusnya....

Salah satu yang kadang menjebak adalah isi Kitab Wahyu. Orang-orang dengan pemahaman Alkitab yang dangkal, seperti yang telah saya katakan di atas, sering membaca Kitab Wahyu dengan melihat konteks masa depan dan mengabaikan konteks awal penulisan kitab ini. Mereka melupakan (atau bahkan tidak mengetahui sama sekali!) tujuan awal penulisan kitab ini. Jadilah, dengan ketidakmengertian mereka itu, kitab ini menjadi teka-teki bagi mereka, seolah-olah ada kode-kode rahasia yang tersimpan di balik tulisan-tulisan Yohanes ini. Membaca Kitab Wahyu memang tidak semudah yang Anda kira. (banyak-banyaklah mempelajari sejarah penulisan Alkitab untuk lebih memahami hal ini!)

Dengan banyaknya penyimpangan-penyimpangan seperti inilah menyebabkan Orang-Orang Kristen menghindar dari topik akhir zaman; entah karena mereka tidak mau terpengaruh ajaran yang mereka anggap sesat, atau mungkin mereka memang tidak mau tahu.

Ah, dari tadi rasanya saya hanya membahas pandangan-pandangan lain tentang akhir zaman ini. Lantas bagaimana dengan pandangan saya sendiri? Anda Mungkin ingin menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada saya:

"Apakah Anda percaya masa itu akan tiba dan Tuhan Yesus benar-benar akan datang?"
Ya, Tuhan Yesus sendiri yang mengatakannya.

"Apakah Anda percaya, pada masa itu bumi benar-benar akan musnah?"
Ah, ya, Alkitab juga mengatakan itu dan tidak mungkin saya meragukannya.

"Lalu bagaimana dengan semua prosesnya? Anda tahu, ada sangakala, bencana, dan...."
Hei, hei.... Tahan dulu pertanyaan itu! Bukan bermaksud meragukan semua yang tertulis di Alkitab, tapi kita tidak benar-benar mengetahui apa yang ada di pikiran Tuhan, bukan?

Yang saya yakini adalah seperti ini: tidak peduli betapa pun sukarnya memahami semua proses dan ilustrasi yang dituliskan di Alkitab itu, tapi yang jelas semua pasti akan terjadi dan akan sampai pada akhirnya. Jadi, alih-alih mendebatkan semua proses itu, saya mempersiapkan diri untuk akhirnya: bagaimana saya bisa selamat pada akhirnya nanti.

Sebuah tulisan menarik dituliskan oleh Petrus.  2 Petrus 3 kadang dijadikan salah satu bahan "puzzle" oleh orang-orang yang sudah saya ceritakan di atas. Tapi saya membacanya dengan cara yang berbeda.

Petrus memang menuliskan tentang peristiwa akan munculnya pengejek-pengejek (ay. 2) dan kehancuran dunia (ay. 10) tapi semua itu bukan intinya. Inti dari pasal ini ada dalam ayat 11:

Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup

Coba baca sekali lagi: betapa suci dan salehnya kamu harus hidup!

Tidak peduli peristiwa-peristiwa apa yang akan terjadi menjelang akhir zaman itu, tapi kita yakin masa itu akan sangat sulit dan kita bisa melewatinya dengan hidup benar di hadapan Tuhan.

Satu tambahan terakhir. Ternyata tidak zaman sekarang saja orang suka memutarbalikkan pemahaman Alkitab. Hal itu sudah terjadi sejak zaman Petrus, bagaimana orang-orang memutarbalikkan tulisan Paulus dan tulisan-tulisan lainnya, tetapi itu justru membawa kebinasaan bagi mereka sendiri (ay. 14).

Jadi saran saya: mengapa harus mengutak-atik ayat-ayat Alkitab hanya karena penasaran dengan akhir zaman itu? Sikap seperti itu jelas hanya membuktikan bahwa orang yang melakukannya sangat kuatir dan tidak kuat iman. Cukup jalani saja semuanya dengan suci dan saleh dan nantikan happy ending pada akhir kisah dunia ini.

Jumat, 07 Oktober 2011

Meninggalkan Kekuatiran


Setelah risiko, kuatir juga termasuk produk ketidakpastian di masa depan. Tapi mungkin lebih tepatnya, kekuatiran itu muncul karena ketakutan seseorang ketika mengambil risiko untuk masa depannya.
Takut, itu kata kuncinya! Takut gagal, takut rugi, takut ditertawakan, takut dilecehkan, takut tidak dicintai, takut kalah, takut sakit, takut celaka. Banyak banget daftar ketakutan yang bisa kita buat.
”Okelah, gue ngambil A. Gue udah meyakinkan diri gue untuk mengambil risiko dengan memilih A. Gue udah ngejalaninnya, tapi gue masih cemas dengan hasil akhirnya. Berhasil atau gagalkah? Untung atau rugikah?”

Kamis, 29 September 2011

Berani Mengambil Risiko

Tantangan terbesar iman biasanya selalu terkait dengan ketidakpastian. Kenapa? Karena sesuatu yang nggak pasti itu risikonya pasti lebih besar dibandingkan dengan sesuatu yang kepastiannya diketahui. 

Mereka yang bergerak di bidang investasi pasti tahu bahwa berinvestasi di perusahaan mapan, bidang usahanya jelas, dan mudah diprediksi memiliki risiko lebih kecil dibandingkan berinvestasi di perusahaan kecil dan nggak terkenal. Bisa-bisa bukannya dapat untung, duitnya malah dibawa kabur! 

Nah, ketidakpastian inilah yang menjadi masalah sebagian besar orang, apalagi kalau terkait dengan masa depan. Siapa yang tahu apa yang bakal terjadi sejam lagi? Atau nggak usah sejam, deh, semenit ke depan aja kita nggak bakal tahu apa yang akan terjadi. Pengetahuan kita soal masa depan itu nol, tidak ada! Dan ini adalah sesuatu yang sangat sangat sangat tidak pasti! 

Senin, 12 September 2011

Orang Miskin Selalu Ada Padamu

Saya cukup sering melewati tempat itu: kompleks warung makan kecil yang dikelilingi penjual makanan yang sebagian besar adalah masakan Padang. Ya, seperti yang sudah saya katakan, saya cukup sering melewatinya sampai berpikir suatu saat bisa mampir untuk makan siang di tempat itu. Lalu Sabtu siang itu saya melakukannya.

Seperti biasanya Sabtu siang, tidak banyak kegiatan yang saya lakukan, lalu saya terpikir untuk makan siang di tempat tadi. Saya masuk, mengambil meja agak di tengah. Saat itu masih pukul 11 siang dan masih sepi pengunjung. Di belakang saya sepasang suami-isteri paruh baya sudah hampir menghabiskan makanan mereka, sementara di depan saya ada dua wanita bercakap-cakap dengan masing-masing satu es teh di hadapannya.

Ketika makanan yang saya pesan datang, pasangan suami-isteri di belakang tampaknya sudah selesai dan mereka membayar lalu keluar. Tinggallah saya dengan dua wanita di depan itu. Salah seorang dari mereka tampaknya kenal dengan ibu pemilik warung karena sesekali ia menyapanya; ia bahkan memperkenalkan temannya ke ibu pemilik warung itu.

Semuanya tampak berjalan seperti biasa: saya menikmati makan siang saya dan dua wanita di depan itu sudah akan meninggalkan tempat tadi, sampai kemudian seorang anak masuk. Ia cukup tinggi, kemeja kuning dan celana pendek cokelatnya kusam dan ia berjalan agak lesu. Saya bisa menebak usianya mungkin sekitar 14 hingga 16 tahun. Ia berhenti di sisi meja saya dengan tangan terulur dan terbuka.

"Om, minta uang, buat makan nanti," katanya memelas.

Seperti orang biasa lainnya, saya berpikir apakah ada recehan yang bisa diberikan ke anak ini atau tidak, dan setelah mengingat saya tidak mempunyai uang kecil di dompet, saya menolaknya--dengan halus, tentu saja, seperti kebanyakan orang 'baik' lainnya.

Merasa putus asa dengan saya, anak itu beranjak ke depan, ke arah dua wanita tadi. Mereka sepertinya sudah selesai dan hendak meninggalkan tempat itu. Salah seorang wanita (yang tidak mengenal ibu pemilik warung) bahkan telah keluar, dan wanita yang tinggal masih sempat bercakap-cakap dengan ibu pemilik warung. Selepas dari saya, anak itu mendatanginya.

"Tante, minta uang, buat makan nanti," katanya mengulang kata-katanya kepada saya tadi.

Wanita yang mengenal ibu pemilik warung ini menatap si anak dengan penuh selidik. Saya masih ingat tatapan itu: tatapan curiga sekaligus iba. Bisa saya rasakan bahwa saya tidak suka jenis tatapan seperti itu. Sejenak saya menduga bahwa wanita ini akan menolak memberi sesuatu. Hingga kemudian....

"Memangnya kamu mau makan apa?" tanyanya.

Anak itu dengan malu-malu menunjuk ke arah tumpukan piring dengan menu masakan Padang melimpah di atasnya. "Itu," katanya pelan, sangat pelan, hampir tidak terdengar.

Kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut si wanita benar-benar tidak saya sangka-sangka.

"Bu," katanya memanggil ibu pemilik warung, "tolong bungkusin makanan yang diminta anak ini, nanti saya yang bayar."

Saya berhenti makan seketika itu, melihat bagaimana ibu pemilik warung menyiapkan makanan buat si anak peminta-minta itu. Kata-kata wanita tadi menampar saya! Saya tidak menyangka masih ada orang sebaik ini. Ya, wanita itu telah meninggalkan kesan 'baik' di mata saya.

Saya bukan orang baik? Ya..., maksud saya, saya hanya bertindak seperti orang kebanyakan. Saya mengajak Anda jujur pada diri sendiri, kalau Anda berada dalam situasi yang sama seperti saya, tidakkah Anda juga akan berpikir sambil merogoh saku, "Apakah ada recehan tersisa untuk si peminta-minta?" Kalau tidak ada, ya ditolak dengan halus.

Kita semua orang baik, saya rasa. Ya, kita memberi sedekah, kita menyumbang, atau apapun namanya itu. Kita merasa kita sudah memberi. Tapi saya belajar dari wanita tadi: ia betul-betul 'memberi' apa yang menjadi kebutuhan anak tadi.

Saya tidak tahu apakah wanita itu adalah pengikut Kristus, tapi menurut saya, ia telah melakukan sesuatu untuk Kristus.

"...ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan...." (Mat 25:35)

Ada begitu banyak orang yang sebenarnya eksis dalam kehidupan kita. Mereka meminta-minta di warung, mereka mengamen di bis kota, mereka ada di setiap lampu merah, mereka duduk di jembatan penyeberangan; mereka eksis, mereka ada! Sayangnya kita yang sering tidak menganggap mereka ada.

"Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan ada selalu bersama-sama kamu," kata Yesus. (Mat 26:11)

Perhatikan dua frasa dengan dua subjek tersebut: Yesus membandingkan diri-Nya dengan orang miskin. Kita dituntut untuk melayani Tuhan. Sayangnya beberapa orang terlalu rohani dengan pelayanannya sampai-sampai melupakan lingkungan sekitarnya. Masih ada 'Yesus' yang perlu kita layani di luar sana.

Tulisan ini tidak dimaksudkan agar kita beramai-ramai mengikuti sikap si wanita tadi. Bagi mereka yang terpanggil dan berkecukupan, silakan! Tapi tulisan ini lebih dimaksudkan agar kita membuka mata kita terhadap orang-orang yang selama ini kita pinggirkan. Seperti dalam kasus saya, saya pun masih belajar melakukannya. Akan sulit memang, meninggalkan ego kita dan menaruh kasih terhadap orang-orang yang demikian, tapi kita masih bisa belajar melakukannya.

Anak itu sudah lama pergi. Wanita dengan temannya itu juga sudah entah di mana. Dan saya masih menyelesaikan sisa makan siang saya sambil merenung: apa yang bisa saya lakukan ke depannya untuk orang-orang seperti anak tadi?
* * *

Jakarta,
Catatan Sabtu, 10 September 2011

Jumat, 02 September 2011

Menghadapi Riak Air

Gadis kecil itu memandangi kolam di hadapannya. Ia sangat tertarik. Ia ingin mencelupkan tangannya ke dalam, tapi ia sangat takut. Ia sangat ingin walau sebentar saja.

Tidak jauh dari tempatnya berdiri terdapat sungai kecil yang airnya mengalir dan bermuara ke kolam tersebut, membuat air kolam di sekitarnya beriak. Itulah yang membuat si gadis kecil takut: ia takut, tatkala ia mencelupkan tangannya, ia akan terseret riak air itu dan tercebur ke kolam. Ia tidak bisa berenang walaupun ia sendiri tidak yakin kolam itu dalam. Kemudian ia menghampiri ayahnya yang duduk membaca di kursi taman.

Selamat Datang di Wahana 'Gereja'

Pada hari-hari libur, biasanya tempat-tempat rekreasi dipadati pengunjung. Salah satu tempat tujuan rekreasi di Jakarta adalah Dunia Fantasi (Dufan), Ancol, yang menyediakan berbagai permainan dalam bentuk wahana--sebagian di antaranya cukup menantang.

'Halilintar' adalah nama wahana untuk permainan roller coaster di Dufan. Wahana ini biasanya banyak diminati; orang-orang ingin merasakan bagaimana rasanya naik kereta yang tidak hanya sekadar kereta, tapi juga memiliki lintasan naik-turun, berputar ke sana ke mari.

Pengunjung yang ingin menikmatinya berbaris antri di depan, menunggu pengunjung sebelumnya menyelesaikan putaran permainan mereka. Lalu roller coaster itu berhenti, penumpangnya turun dan keluar melalui pintu lain, sementara pengunjung yang antri satu persatu menempati kursi di sepanjang roller coaster itu.

Menggali Asal Usul Iman

Sensitivitas terhadap Tuhan (atau dalam istilah saya, sensitivitas terhadap Yang Mahakuasa). Saya senang dengan istilah ini dan sebenarnya saya masih baru-baru ini mendengarnya; diperkenalkan oleh seorang kenalan saya, seorang teolog, dan seperti biasa, saya selalu terbuka dan menerima hal-hal baru dengan senang hati! Dia tampak sangat fokus dengan topik ini, atau paling tidak itulah yang dapat saya tangkap dari beberapa hari pertemuan dan percakapan kami.

Apa itu 'sensitivitas terhadap Tuhan'? Saya senang dengan penjelasan kenalan saya ini, tapi dalam tulisan ini, saya akan mengemukakan penjelasan saya sendiri.

Sabtu, 20 Agustus 2011

Ketika Pemerintah Dinilai Buruk

Konon, zaman dulu, orang mengenal bangsa ini sebagai bangsa yang melimpah dengan kekayaan alam, sehingga banyak bangsa-bangsa lain yang berebut ingin menguasainya. Seiring berjalannya waktu, dengan perjuangan berat, bangsa ini akhirnya merdeka menjadi suatu negara mandiri. Alangkah menyenangkannya memiliki pemerintahan sendiri, dibandingkan diperintah sebagai koloni-koloni jajahan bangsa lain.

Hingga tiba pada suatu masa, bertahun-tahun setelah proklamasi kemerdekaannya -- tahun-tahun itu telah berlalu sangat lama, sampai-sampai orang-orang sudah melupakan arti perjuangan sebenarnya mencapai kemerdekaan -- pada masa itu, bangsa ini dipimpin oleh pemerintah yang terkenal memiliki reputasi yang buruk di mata rakyatnya. Begitu banyak praktik korupsi di pemerintahan, sampai-sampai ada stereotip tersendiri yang mengidentikkan pemerintah sebagai koruptor. Kekayaan alam yang dulu dibangga-banggakan mulai beralih menjadi kekayaan pemerintah.

Minggu, 14 Agustus 2011

Gereja di Indonesia: Berkembang atau Pecah?

Dengan jumlah denominasi gereja yang ada di Indonesia saat ini, apakah sebenarnya gereja-gereja sedang berkembang atau malah pecah?

Pertanyaan reflektif ini pernah diajukan oleh dosen Pendidikan Agama Kristen (PAK) saya ketika saya berkuliah di semester 1. Sampai sekarang pertanyaan itu masih membekas di benak saya.

Berbicara tentang perbedaan denominasi gereja, kita sering menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang tabu untuk dibicarakan; takut memicu perselisihan. Apa benar demikian? Atau jangan-jangan kita hanya pura-pura tidak membicarakannya, memendamnya, seolah-olah topik seperti itu tidak pernah ada, padahal dalam hati kita masih saling membandingkan perbedaan tersebut satu sama lain, masih menganggap golongan kita yang benar sendiri?

Minggu, 31 Juli 2011

1:99

"Satu, dua, tiga, ....

"96, 97, 98, 99...."

Ia masih belum yakin. Ia mengeluarkan mereka semua dan menghitung ulang sembari mereka masuk satu per satu.

"Satu, dua, tiga, ....

"96, 97, 98, 99...."

Sabtu, 16 Juli 2011

Ke Mana Aku Dapat Pergi?: Sebuah Doa

Dialog itu terasa nyata Sabtu pagi ini.

Yesus: Apakah kamu tidak mau pergi juga?

Petrus: Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?

Minggu, 10 Juli 2011

Benih yang Ditaburkan

"Adalah seorang penabur keluar untuk menabur," demikian seorang pendeta memulai khotbahnya pada ibadah Minggu sore itu.

Kalimat itu bergaung di ruang ibadah yang senyap dengan bangku-bangku terisi penuh oleh jemaat yang antusias mendengarkan khotbah pendeta mereka. Kemudian pintu ruang ibadah terbuka dan sejenak perhatian beberapa jemaat yang duduk di barisan belakang tertuju ke pintu itu. Masuklah Pak Deni bersama isterinya. Merasa menjadi pusat perhatian jemaat di barisan belakang, mereka lalu tergesa-gesa menuju barisan tengah lalu duduk di situ.

Minggu, 03 Juli 2011

Alay dan Identidas Diri Anak Muda Kristen

Sekumpulan remaja cowok yang masih SMP tampak nongkrong di bawah sebuah pohon di pinggir jalan. Pakaian mereka beragam. Ada yang mengenakan celana pendek dengan T-shirt yang dimasukkan ke dalam celananya. Ada lagi yang menggunakan sweater dengan topi -- ya, sebagian besar mereka menggunakan topi -- yang kalau dipikir-pikir sebenarnya warna topinya nggak nyambung dengan warna sweaternya. Kemudian salah seorang dari mereka mengeluarkan ponsel lalu memutar lagu-lagu terbaru dari band-band yang sedang ngetop. Ah, satu lagi: rasanya kurang pas kalau lagi ngumpul-ngumpul begini terus tidak ada asap yang mengepul dari mulut. Jadilah mereka memegang rokok di tangan masing-masing.

Alkitab (3): Tips Membaca Alkitab

Saya berharap tulisan sebelumnya sudah cukup menyadarkan Anda betapa pentingnya memiliki kebiasaan membaca Alkitab. Tetapi seperti yang telah saya katakan juga, bahwa membaca saja tetapi tidak membawa perubahan dalam hidup kita sama saja bohong, tidak ada faedahnya.

Nah, berikut ini beberapa tips dari saya yang saya harapkan dapat membantu Anda membaca Alkitab dengan efektif.

Kamis, 30 Juni 2011

Alkitab (2): Membiasakan Diri Membaca Alkitab

Di tulisan sebelumnya, saya sudah memaparkan mengapa Alkitab kita diterjemahkan dari bahasa aslinya. Pada tulisan ini, kita akan lebih aplikatif lagi. Kenapa, sih, Orang Kristen perlu membiasakan diri membaca Alkitab?

Saya akan memberikan ilustrasi singkat mengenai hal ini.

Senin, 27 Juni 2011

Alkitab (1): Mengapa Alkitab Diterjemahkan?

Pertanyaan ini sering menjadi jebakan bagi orang-orang Kristen, apalagi ketika pertanyaan ini diajukan oleh penganut agama yang membaca kitab suci mereka langsung dari bahasa aslinya. Orang Kristen sendiri pun kadang tidak sanggup menjawab pertanyaan ini, "Kenapa, ya, Alkitab kita diterjemahkan?"

Sebelumnya, saya ingin mengajukan satu fakta kepada Anda: tahukah Anda bahwa bahasa asli Alkitab tidak berasal dari satu bahasa? Perjanjian Lama ditulis menggunakan Bahasa Ibrani sementara Perjanjian Baru ditulis dengan Bahasa Yunani.

Sabtu, 25 Juni 2011

Indera Keenam

Manusia memiliki lima indera, kita semua tahu itu. Kita memiliki mata sebagai indera penglihatan, telinga sebagai indera pendengaran, hidung sebagai indera pembau, lidah sebagai indera pengecap, dan kulit sebagai indera peraba.

Tetapi beberapa orang meyakini adanya suatu indera spesial lainnya yang disebut indera keenam. Katanya, melalui indera ini, orang bisa meramalkan masa depan. Tapi kita tidak akan membahas itu di sini. Tulisan ini akan membahas "indera keenam" yang dimiliki Orang Kristen. Benarkah ada? Apa itu?

Kamis, 16 Juni 2011

Tinggal Sertaku

"Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam," demikian kata Kleopas dan kawannya. (Luk 24:29)

Saya bertanya-tanya, kira-kira apa yang akan terjadi seandainya Kleopas dan kawannya tidak mengajak Yesus tinggal malam itu?

Senin, 13 Juni 2011

Ah... Bosan!

Merasa pernah mengucapkan kata-kata itu dalam dunia kerohanian Anda?

"Siapa pengkhotbah Minggu besok? Pendeta itu lagi? Malas, ah!"

"Capek banget! Apa, saat teduh? Besok aja deh."

"Udah tiga bulan gue doain tapi gak ada jawaban. Udah ah, capek!"

Dan hati-hati! Kata-kata seperti itu bisa membawa Anda kembali kepada kehidupan lama Anda, sebelum Anda dipanggil.

Jumat, 10 Juni 2011

Padahal Tinggal Selangkah Lagi

Kapan kalimat seperti itu terlintas dalam kehidupan Anda?

"Kalau saja aku tahu ternyata banyak teman yang mendukungku, aku pasti akan mencalonkan diri dan sudah terpilih menjadi ketua saat ini."

"Seandainya aku menerima tawaran tugas dari bos minggu lalu, mungkin yang akan naik jabatan itu aku dan bukannya si anu."

"Jawaban seperti itu sempat terlintas dalam pikiranku tadi. Seandainya saja soal tadi kujawab, pasti aku sudah lulus tes sekarang."

"Ternyata setelah dievaluasi, tawaran perusahaan lain pun gak ada yang lebih baik dari tawaran perusahaan kita. Tahu begitu, kenapa kita malah mengundurkan diri dari tender itu?"

"Ah, padahal tinggal selangkah lagi!"

Rabu, 08 Juni 2011

Blessed Assurance

Waktu itu tahun 1873 dan pipe organ adalah barang yang sangat mahal untuk diperoleh. Alat musik besar ini hanya dapat ditemui di tempat-tempat seperti gereja-gereja megah dengan pendanaan yang cukup besar, sekolah-sekolah musik, atau di rumah-rumah orang kaya yang mengeluarkan uangnya hanya untuk itu. Phoebe Palmer Knapp adalah salah satu yang termasuk kategori terakhir tadi; ia seorang musisi dan isteri dari seorang jutawan Amerika, Joseph Fairchild Knapp. 

Tahun 1873 itu pula Knapp kedatangan seorang tamu di rumahnya, seorang sahabat baiknya, Fanny Crosby. Ya, Anda mungkin sudah bisa menebaknya. Dialah Frances Jane Crosby, seorang tunanetra yang menulis ribuan puisi dan lirik lagu, khususnya lirik-lirik lagu himne gerejawi. Setiap ia berkunjung ke New York, ia pasti menyempatkan diri tinggal di rumah sahabatnya ini, sebuah rumah megah dengan nama “Knapp Mansion.” 
Phoebe P. Knapp

Kamis, 02 Juni 2011

Mengapa Kita Memperingati Kenaikan Yesus?

Sudah beberapa tahun terakhir saya sering mendengar pertanyaan serupa dari teman-teman menjelang Kamis, 40 hari setelah Paskah tiap tahunnya.

Mengapa kita merayakan Natal?
Tentu saja, karena Natal adalah suatu awal karya penebusan, dimana Juruselamat pertama kali hadir di dunia.

Mengapa kita memperingati kematian Kristus dan merayakan kebangkitannya?
Justru di situlah inti kekristenan. Kita memperingati karya penebusan dan merayakan kemenangan yang luar biasa!

Tapi kenaikan Tuhan Yesus, mengapa kita harus memperingatinya? Bukankah jauh lebih meriah kalau kita cukup memperingati hari Pentakosta saja, dimana Roh Kudus turun dan menjadi sejarah awal mula Gereja?

"Saya tidak melihat ada kesan celebration pada peringatan hari kenaikan, sehingga hari itu harus dirayakan atau diperingati. Bukankah cukup dihayati saja, tidak usah sampai dijadikan hari libur begitu?" kata seorang teman.

Tapi berbeda dengan saya. Secara pribadi, saya melihat ada beberapa makna khusus dalam peringatan hari kenaikan sehingga momen itu patut diperingati.

Jika dilihat dari konteks sejarahnya, memang tidak ada bukti tertulis ditemukan tentang alasan Gereja memperingati hari ini, walaupun peringatan hari kenaikan ini memang sudah diperingati sejak zaman Gereja Perdana. Walaupun demikian, saya akan mengutarakan opini saya secara pribadi melalui tulisan ini, tentang mengapa kita, sebagai Orang Kristen patut memaknai hari kenaikan ini.

Minggu, 29 Mei 2011

Berhenti Sejenak

Seperti kata kebanyakan orang, "I hate Mondays," mungkin begitu juga yang kurasakan pada hari Senin minggu ini. "Welcome, Monday. Kembali lagi pada kesibukan-kesibukan tiap minggu." Oh, iya, hari Rabu besok ada presentasi. Menyiapkan materi presentasi sebagai kegiatan awal minggu ini mungkin akan sangat baik.