Sabtu, 24 Maret 2012

Just As You Are


Ketika Anda merasa tidak dibutuhkan, Anda tidak cakap, Anda tidak memiliki kapabilitas, atau kondisi fisik Anda tidak memungkinkan untuk memberikan bantuan apapun kepada orang lain, bagaimana perasaan Anda? Anda mungkin akan langsung patah semangat. Dalam teori yang dikemukakan Abraham Maslow, Anda tidak dapat memenuhi kebutuhan ‘aktualisasi diri’ Anda.
Setiap orang butuh aktualisasi diri. Itulah mengapa orang bekerja, berusaha membuat agar namanya dikenal sebanyak mungkin orang, agar ia dapat merasa berguna bagi banyak orang. Itulah juga yang membuat beberapa orang menjadi frustrasi ketika menghadapi tahun-tahun pertama sebagai pensiunan: ia tidak memiliki apa-apa lagi untuk dikerjakan. Ia merasa harus terus bekerja, bekerja, dan bekerja karena untuk itulah ia ada.
Tapi, kembali lagi pada kondisi di atas: bagaimana jika ternyata Anda tidak sanggup?
Charlotte Elliott (1789—1871) pernah mengalami hal ini. Saat itu tahun 1836, kakaknya yang adalah seorang pendeta mengadakan sebuah pasar amal untuk pembangunan sebuah sekolah di Brighton, Inggris. Semua orang tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, siang dan malam. Elliott sangat ingin membantu. Tapi apa daya, ia lumpuh. Ia hanya bisa berbaring di sofa. Ketika semua orang berada di pasar amal, ia sendirian di rumah, merasa tidak berguna. Pertanyaan yang terus berputar dalam benaknya adalah: “Apakah saya memang tidak berharga di mata orang-orang ini? Bagaimana dengan di mata Tuhan?”
Charlotte Elliott (1789—1871)
Kembali ke beberapa tahun sebelumnya, 1822, saat-saat ketika pertama kali kesehatannya menurun drastis yang mengakibatkan kelumpuhan sepanjang sisa hidupnya. Ia teringat ayahnya, yang juga adalah seorang pendeta, kedatangan tamu, seorang pendeta terkenal dari Swiss, Dr. Caesar Malan. Pendeta Malan bertanya jika Elliott adalah seorang Kristen. Walaupun ia berada dalam keluarga rohaniawan, tapi ternyata kondisi kesehatannya membuat spiritualitas Elliott sendiri memburuk. Ia menjawab bahwa ia tidak ingin membicarakan soal agama saat itu. Lalu keluarlah sebuah kalimat dari Pendeta Malan yang tidak akan pernah dilupakan Elliott, “You must come just as you are, a sinner, to the Lamb of God that taketh away the sin of the world.” (Kau harus datang sebagaimana adanya dirimu, orang yang berdosa, kepada Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia.)
“… just as you are…,” Elliott kembali teringat kata-kata itu. “Yea, just as I am.”
Maka di rumah yang sunyi itu, ketika semua orang menghadiri pasar amal, Elliott mengambil kertas dan pena. Ia menulis:
Just as I am, without one plea,
but that Thy blood was shed for me,
and that Thou bidst me come to Thee,
O Lamb of God, I come, I come.
Hari itu pasar amal berjalan lancar. Kakak ipar Elliott datang dan membawa kabar tentang keberhasilan mereka hari itu. Ia melihat tulisan Elliott, membacanya, dan meminta dibuatkan salinannya. Itu pertama kalinya tulisan tersebut keluar dari ruangan sunyi itu dan tersebar ke seluruh dunia sebagai lagu yang dikenal dengan judul ‘Just As I Am.’ Dalam Bahasa Indonesia, kita bisa menemukan terjemahannya di Kidung Jemaat no. 27, ‘Meski Tak Layak Diriku.’ Kelak, kakaknya sendiri mengakui, “Sepanjang perjalanan pelayananku, saya diizinkan untuk melihat sebagian buah pekerjaanku; tapi saya merasa justru lebih banyak yang bisa dilakukan hanya oleh satu lagu yang ditulis adikku.”
Jadi, siapa bilang keterbatasan kita menghalangi kita untuk berkarya bagi orang lain? Charlotte Elliott sudah membuktikannya. Just as you are, sebagaimana adanya diri Anda. Anda merasa tidak berguna bagi orang lain? Serahkan diri Anda kepada ‘Anak domba Allah’ dan Ia akan membuat apapun yang tersisa dari diri Anda berguna bagi pekerjaan-Nya. Tidak ada sampah di mata Tuhan, seperti Ia sendiri pernah berkata, “… barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” (Yoh 6:37)