Senin, 27 Juni 2011

Alkitab (1): Mengapa Alkitab Diterjemahkan?

Pertanyaan ini sering menjadi jebakan bagi orang-orang Kristen, apalagi ketika pertanyaan ini diajukan oleh penganut agama yang membaca kitab suci mereka langsung dari bahasa aslinya. Orang Kristen sendiri pun kadang tidak sanggup menjawab pertanyaan ini, "Kenapa, ya, Alkitab kita diterjemahkan?"

Sebelumnya, saya ingin mengajukan satu fakta kepada Anda: tahukah Anda bahwa bahasa asli Alkitab tidak berasal dari satu bahasa? Perjanjian Lama ditulis menggunakan Bahasa Ibrani sementara Perjanjian Baru ditulis dengan Bahasa Yunani.



Selain itu, tidak seluruh Perjanjian Lama juga ditulis dalam Bahasa Ibrani. Di beberapa bagian, seperti contoh dalam Ezra 4:8-6:18, ditulis menggunakan Bahasa Aram, bahasa yang lazim digunakan ketika Bangsa Israel dibuang ke Babel. Bahasa Ibrani yang digunakan Perjanjian Lama juga pastinya berbeda dengan Bahasa Ibrani modern yang digunakan di Israel saat ini. Contoh saja, beberapa kitab yang usia penulisannya sudah sangat tua, tentunya memiliki struktur bahasa yang sudah "kuno" dan tidak digunakan lagi dalam tata Bahasa Ibrani modern.

Jadi, bayangkan saja kalau kita harus membaca Alkitab langsung dari bahasa asli tulisannya; ada berapa jenis bahasa yang harus kita kuasai? Malah, ada bahasa-bahasa yang mungkin sudah punah dan hanya beberapa orang saja di dunia ini yang menguasainya.

Tetapi sebenarnya, hal itu hanya sedikit dari alasan-alasan kecil mengapa Alkitab diterjemahkan. Ada alasan yang lebih dalam lagi, soal mengapa Alkitab diterjemahkan.

Kata Kuncinya: "Imanuel"

Imanuel berarti "Allah beserta kita." Lho, apa hubungannya dengan penerjemahan Alkitab?

Begini, seperti yang kita ketahui, Imanuel memang berarti "Allah beserta kita." Tapi lebih dalam lagi, Imanuel itu berarti "Allah ada di tengah-tengah kita, bersama-sama dengan kita." Imanuel bukan menunjukkan dua lingkaran, "Allah" dan "kita," yang terpisah. Imanuel menunjukkan bahwa lingkaran "Allah" ada di dalam suatu lingkaran besar yang dinamakan "kita."

Mari simak bagian pertama Injil Yohanes.

"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. .... Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya...." (Yoh 1:1-2, 14)

Perhatikan, Yohanes mencatat misi pertama dan utama Allah turun ke dunia adalah menghadirkan Firman, yang adalah Allah itu sendiri, ke dunia. Misi utama Allah adalah Imanuel.

Allah ingin memulihkan hubungan-Nya dengan manusia yang rusak karena dosa dengan jalan mengakrabkan diri dengan manusia. Ia turun, ada di tengah-tengah kita, berinteraksi dengan kita, dan menjadi akrab dengan kita. Itulah yang Ia kerjakan melalui Yesus, yang setelah naik ke surga, masih terus mengakrabkan diri dengan kita melalui Roh Kudus dan Firman-Nya yang kita kenal sebagai Alkitab.

Masalahnya, bagaimana kita bisa akrab dengan Dia kalau bahasanya aja nggak nyambung? Allah mau berinteraksi dengan kita melalui bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Ia tidak menerapkan suatu aturan yang ketat, yang mengharuskan kita menguasai suatu bahasa tertentu untuk dapat berinteraksi dengan Dia. Justru melalui pendekatan-Nya menyesuaikan diri dengan kita, Ia ingin memulihkan kembali hubungan yang pernah rusak akibat dosa itu.

Sekarang masalahnya ada pada kita. Sudahkah kita bersikap positif atas inisiatif Tuhan yang ingin mengakrabkan diri pada kita? Alkitab yang diterjemahkan merupakan fasilitas yang mempermudah interaksi kita dengan Dia. Sudahkah kita menggunakan fasilitas itu dengan baik?

Apa, masih belum punya kebiasaan membaca Alkitab juga?! Wah, terlalu panjang kalau harus dibahas lagi di sini! Kalau begitu, saya anggap ini sebagai bagian pertama. Di tulisan bagian berikutnya, saya akan membahas mengapa penting bagi kita membiasakan diri membaca Alkitab.

Bersambung....

1 komentar:

Unknown mengatakan...

berarti para penerjemah Alkitab punya jasa yang sangat besar