Minggu, 03 Juli 2011

Alay dan Identidas Diri Anak Muda Kristen

Sekumpulan remaja cowok yang masih SMP tampak nongkrong di bawah sebuah pohon di pinggir jalan. Pakaian mereka beragam. Ada yang mengenakan celana pendek dengan T-shirt yang dimasukkan ke dalam celananya. Ada lagi yang menggunakan sweater dengan topi -- ya, sebagian besar mereka menggunakan topi -- yang kalau dipikir-pikir sebenarnya warna topinya nggak nyambung dengan warna sweaternya. Kemudian salah seorang dari mereka mengeluarkan ponsel lalu memutar lagu-lagu terbaru dari band-band yang sedang ngetop. Ah, satu lagi: rasanya kurang pas kalau lagi ngumpul-ngumpul begini terus tidak ada asap yang mengepul dari mulut. Jadilah mereka memegang rokok di tangan masing-masing.



Atau mungkin kita ambil contoh yang lebih ekstrim lagi. Anda sedang berada di dalam angkutan kota (alias angkot) dan dihadapan Anda duduk seorang pemuda. Rambutnya pirang dengan anting perak di telinga kiri dan tindik di telinga satunya lagi. T-shirt yang ia kenakan bergambar lambang band-band rock Amerika. Belum lagi aksesoris tambahan yang ia kenakan: gelang, kalung rantai besar, rantai di celana, kepala ikat pinggang besar dengan gambar tengkorak.

Nah, pertanyaan saya adalah: apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran Anda ketika melihat seseorang (atau beberapa orang) berpenampilan demikian? Jika Anda mengenal istilah ini, mungkin kita sama-sama akan sepakat menyebut mereka dengan sebutan: alay.

Oh iya, buat para pembaca yang lebih tua, mungkin belum tahu apa itu alay. Alay sebenarnya singkatan dari "anak layangan." Awalnya, istilah ini diberikan untuk para remaja yang suka main layangan sambil panas-panasan di bawah terik matahari (dan biasanya mereka juga mengejar layangan putus) dan saking seringnya berada di bawah terik matahari, rambut hitam mereka mulai berwarna pirang kecokelatan. Istilah ini lalu diberikan kepada mereka yang suka mengikuti gaya ke-Barat-baratan (yang biasanya ditiru dari musisi rock luar negeri) dengan mengecat rambut menjadi pirang atau mengikuti mode-mode lainnya.

Saat ini, istilah alay tidak hanya dibatasi kepada mode, penampilan, atau cara berpakaian saja, tetapi meluas hingga kepada tindakan dan cara mereka berkomunikasi (baik lisan maupun tulisan). Contoh cara berkomunikasi tulisan yang (katanya) disebut alay, yaitu ketika seseorang mengetik SMS di ponsel menggunakan campuran huruf kecil, huruf kapital, angka dan simbol, yang kemudian membuat tulisan SMS tadi sulit dibaca (kecuali oleh orang-orang yang sudah berpengalaman).

Nah, buat teman-teman pembaca yang lebih muda, mungkin kalian memiliki salah satu dari ciri-ciri yang saya sebutkan di atas. Eh, jangan tersinggung dulu! Saya tidak mengecap alay sebagai sesuatu yang negatif atau jelek. Alay juga merupakan salah satu bentuk kreatifitas seseorang dalam mengekspresikan dirinya dan sebagai sesama seniman, saya menghargai kreatifitas itu.

Hanya saja, saking bebasnya free will yang diberikan Tuhan kepada manusia, tidak sedikit orang yang berkreasi dan mengekspresikan dirinya dengan cara-cara yang telah menyimpang dari kebenaran Firman Tuhan. Hal-hal penyimpangan itulah yang akan dibahas di sini sehingga para teman-teman alay tetap dapat mengekspresikan kreatifitas mereka dengan batasan sesuai kebenaran Firman Tuhan. Tulisan ini juga ditujukan kepada bapak, ibu, atau teman-teman pemuda dewasa yang mungkin memiliki anak atau adik yang sedang mengikuti tren alay ini.

Cara berpenampilan

Remaja-remaja SMP atau SMA biasanya akan diejek teman-temannya kalau tidak berpenampilan mengikuti tren. Mereka biasanya akan dikatakan "kurang gaul."

Tapi, tidak sadarkah teman-teman bahwa ada sekelompok orang yang memperkenalkan model itu terlebih dahulu sehingga menjadi tren? Kalau bahasa marketingnya: trendsetter. Dan yang menjadi trendsetter ini biasanya adalah para selebriti, entah itu penyanyi, pemain film, dsb. Dengan ikut-ikutan tren, bukankah kalian dapat disebut pengekor?

Nasihat saya yang pertama adalah: be your self -- jadilah dirimu sendiri. Jangan mau ngekor terus dong. Kalaupun kalian mau mengikuti tren, paling tidak kalian memiliki dasar keyakinan bahwa apa yang kalian ikuti itu baik (lihat Rm 14:22) dan berdampak positif bagi kalian. Dengan demikian kalian menjadi pengikut tren yang tidak hanya sekadar ikut-ikutan, tapi kalian ikut karena kalian tahu dan sadar apa yang sedang kalian ikuti dan bahwa apa yang kalian ikuti itu berdampak positif bagi kalian.

Masih soal berpakaian, saya kadang sedih melihat remaja-remaja pria yang mengenakan aksesoris yang seharusnya bukan untuk pria. Maksud saya, bukankah hiasan telinga (anting dan tindik) awalnya diciptakan sebagai aksesoris kaum wanita?

...seorang laki-laki janganlah mengenakan pakaian perempuan, sebab setiap orang yang melakukan hal ini adalah kekejian bagi Tuhan, Allahmu. (Bil 22:5)

Ayat di atas tidak hanya menegur para banci (pria yang berdandan seperti wanita) lho. Ayo teman-teman pria, kenakanlah apa yang pantas dikenakan oleh para pria dan senangkanlah hati Tuhan!

Untuk wanita sendiri, sebenarnya saya kurang paham dengan model alay remaja wanita sehingga saya pun kurang mampu berkomentar banyak. Tetapi yang biasanya saya temukan adalah bahwa mereka berdandan tidak hanya agar mengikuti mode, tetapi juga biar dilirik cowok. Nah, untuk motivasi seperti ini, Firman Tuhan berkata:

Perhiasanmu janganlah secara lahiriah..., tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. (1Ptr 3:3-4)

Persahabatan

Hal lain yang juga memengaruhi seorang remaja mengikuti tren adalah sahabat mereka. Kalau seseorang sudah bersahabat karib dengan seseorang, biasanya ia akan sulit meninggalkannya. Bahkan, suatu kebiasaan yang dilakukan sahabat kita itu bisa menular ke diri kita sendiri.

Yang jadi masalah ialah kalau sahabat kita melakukan hal-hal yang negatif. Kita mungkin tahu kalau itu tidak baik, tapi kita tidak enak hati memperingatkan sahabat kita itu. Ingat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik. (1Kor 15:33)

Kalian boleh alay dan bergaul dengan teman-teman alay, tetapi pandai-pandailah memilih teman yang dapat membawa dampak positif bagi kalian.

Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah, supaya engkau jangan menjadi biasa dengan tingkah lakunya dan memasang jerat bagi dirimu sendiri. (Ams 22:24-25)

Cara berkomunikasi

Saya sering merasa terganggu dengan cara berkomunikasi anak-anak remaja di sekitar saya. Entah bagaimana di lingkungan Anda, tetapi di lingkungan tempat tinggal saya, bagi anak-anak SMP dan SMA, rasanya kurang pas kalau tidak memanggil rekannya dengan sebutan "anjing." (mohon maaf kalau saya menuliskannya langsung secara terbuka)

Hei, yang dipanggilnya itu manusia, lho: gambar dan rupa Allah! Masa dipanggil hewan! Lebih keterlaluan lagi kalau yang menyebutkan itu statusnya anak Tuhan yang tiap Minggu memuji Tuhan di gereja.

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi. (Yak 3:9-10)

Mungkin teman-teman berpikir, kalau yang teman-teman panggil itu, kan, sahabat sendiri. Toh, panggilan itu juga cuma bercanda; mereka tidak akan tersinggung. Tapi bagaimana dengan orang lain yang mendengarnya? Bukankah lebih baik kalau yang keluar dari mulut kita itu adalah perkataan yang menyenangkan hati dan disukai banyak orang? (lihat Ams 16:24)

Mengontrol emosi secara positif

Emosi bisa dikatakan sebagai perasaan yang tidak tampak dari luar dan hanya dirasakan oleh si pemilik emosi itu sendiri. Tapi lambat laun, tanpa disadari orang tersebut, tindakan yang ia lakukan bisa mencerminkan emosi dirinya sendiri.

Berbicara soal emosi yang berkaitan dengan diri anak remaja adalah sesuatu yang sangat luas. Kita bisa menemukan gejolak emosi anak remaja mulai dari hal cinta, persahabatan, hubungan dengan orang yang lebih dewasa, bahkan bisa jadi hubungan dengan diri sendiri.

Orang-orang juga suka mengatakan kalau anak remaja itu labil. Katanya, sih, masih dalam masa pencarian jati diri. Mereka bisa dengan cepat beralih prinsip. Kalau hari ini mereka memegang prinsip A, tetapi kalau diyakinkan dengan B, besok mereka bisa sudah berprinsip B. Yang jadi masalah ialah kalau dalam masa pencarian jati diri itu mereka terjerumus ke hal-hal yang negatif, sehingga ke depannya, bahkan sampai mereka dewasa pun, akan terus memegang jati diri yang negatif tersebut.

Salah satu bentuk pengelolaan emosi yang kurang baik dapat dilihat dari akun jejaring sosial yang dimiliki anak-anak remaja saat ini. Biasanya, anak alay dan labil yang terdaftar sebagai pengguna Facebook akan menggunakan profile name yang aneh-aneh. Masih bagus kalau aneh tapi positif. Tapi yang sering ditemui malah sudah aneh, negatif pula.

Pada profile name di Facebook, biasanya setelah nama (yang sebenarnya bukan nama asli juga sih) ada tambahan kata-kata seperti: ...pengenddicintaiii (bahasa tulisan alay; baca: ingin dicintai), ...sangaddbencidia (baca: sangat benci dia), atau ...mantanditinggalpacar.

Coba perhatikan emosi jiwa yang ada paca contoh profile names di atas. Begitu emosinya bergejolak, para remaja akan mengidentikkan diri mereka seperti itu dan kalau dibiarkan bisa berakibat buruk bagi perkembangan mental mereka nantinya.

Nah, buat teman-teman remaja yang masih menggunakan nama-nama seperti itu di akun Facebook-nya, saya sarankan ubah dengan kata-kata yang lebih positif. Jangan menjadikan masalah sebagai identitas kalian, seolah masalah itu akan terus melekat pada diri kalian. Sebagai anak Tuhan, identitas diri kita yang sebenarnya ada dalam Roma 8:37. "...kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."

Jadi, kelolalah emosi teman-teman dengan baik. Walaupun masalah itu tetap akan ada, jangan jadikan masalah itu sebagai identitas teman-teman, karena identitas diri teman-teman yang sesungguhnya adalah sebagai orang yang lebih dari pemenang, yang mampu memenangkan setiap masalah itu!

Sebenarnya poin -poin di atas masih sangat sedikit kalau kita mau kita jadikan batasan. Tapi apapun yang teman-teman lakukan, sebagai anak alay sekalipun, ketika teman-teman berkreasi, ingat:

"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. (1Kor 10:23)

Karena itu, berkreasilah sebebasnya, tetapi pastikan juga bahwa kreatifitas teman-teman itu berguna dan membangun.
* * *

1 komentar:

kiki mengatakan...

mantab Bos..

selamat memberkati melalui blog ya Bro!!

Gbu