Jumat, 02 September 2011

Selamat Datang di Wahana 'Gereja'

Pada hari-hari libur, biasanya tempat-tempat rekreasi dipadati pengunjung. Salah satu tempat tujuan rekreasi di Jakarta adalah Dunia Fantasi (Dufan), Ancol, yang menyediakan berbagai permainan dalam bentuk wahana--sebagian di antaranya cukup menantang.

'Halilintar' adalah nama wahana untuk permainan roller coaster di Dufan. Wahana ini biasanya banyak diminati; orang-orang ingin merasakan bagaimana rasanya naik kereta yang tidak hanya sekadar kereta, tapi juga memiliki lintasan naik-turun, berputar ke sana ke mari.

Pengunjung yang ingin menikmatinya berbaris antri di depan, menunggu pengunjung sebelumnya menyelesaikan putaran permainan mereka. Lalu roller coaster itu berhenti, penumpangnya turun dan keluar melalui pintu lain, sementara pengunjung yang antri satu persatu menempati kursi di sepanjang roller coaster itu.

Permainan pun dimulai. Mesin menarik kereta itu menaiki lintasan menanjak yang cukup tinggi, lalu ketika sampai di puncak, kereta itu dengan sendirinya mengikuti lintasan menurun, menikung, berputar, dan seterusnya. Para penumpang merasakan sensasi yang luar biasa! Kereta kembali ke posisi semula dan berhenti: permainan selesai. Kalau dihitung, waktu permainan sebenarnya tidak lebih dari 15 menit, tapi dalam waktu itu, penumpang sudah cukup merasakan kegembiraan dari permainan ini.

Kegembiraan.... Itukah yang mereka cari? Ya, bisa jadi. Mereka jenuh dengan rutinitas di kantor, sekolah, rumah, lalu ketika liburan tiba, mereka menikmati permainan kereta naik-turun yang tidak sampai 15 menit dan mereka merasakan kegembiraan? Boleh bertaruh, kegembiraan itu bahkan tidak bertahan sampai satu hari; tidak bahkan sebelum mereka menginjakkan kaki ke kantor keesokan harinya.

Wahana Lainnya

Seperti lazimnya hari Minggu, pusat perbelanjaan seperti mall pasti ramai dikunjungi. Jika Anda mengunjungi mall tertentu di Jakarta pada hari Minggu sore, lalu naik ke (biasanya) lantai paling puncak, Anda juga akan menemui antrian. Tidak, bukan antrian untuk diskon besar-besaran. Alih-alih, mereka mengantri di depan sebuah pintu besar yang tertutup rapat, seolah menunggu pintu itu dibukakan bagi mereka.

Orang yang lewat dan tidak mengerti apa-apa pasti bertanya, "Mereka sedang antri apa?"

"Gereja. Di situ ada gereja," jawab lainnya yang lebih paham.

Rupanya gereja itu memiliki jemaat yang cukup banyak, sehingga perlu mengadakan enam atau tujuh kali ibadah tiap hari Minggu, dan orang yang sedang mengantri itu rupanya menunggu jadwal ibadah sebelumnya selesai. Ketika tiba saatnya, orang-orang yang telah selesai ibadah akan keluar melalui pintu lain, sementara pintu yang menghadap antrian dibuka. Satu per satu mereka masuk dan mencari tempat duduk strategis (itulah gunanya mereka antri, agar mendapat tempat duduk strategis yang mereka inginkan). Ada yang duduk berhadapan dengan para pemain musik, berharap mereka bisa mendengarkan musiknya dengan lebih baik dari situ, beberapa mengambil tempat di tengah (kalau perlu agak ke depan) agar bisa konsentrasi ketika mendengarkan khotbah, atau beberapa lainnya memilih tempat belakang karena ada saja kegiatan lain yang bisa dilakukan di barisan belakang.

Lalu ketika seluruh antrian telah masuk, pintu ditutup dan aktivitas kembali dimulai. Apa yang mereka lakukan di dalam? Mereka duduk, menyanyi, berdiri, menyanyi lagi, duduk lagi, berdoa, mendengarkan paduan suara, bertepuk tangan karena paduan suara telah memberikan pertunjukan terbaik mereka (pasti selalu begitu: tidak ada yang berani mengatakan suara mereka pas-pasan), mendengarkan khotbah, memberikan persembahan, melanjutkan kegiatan berdiri-duduk-menyanyi lagi, lalu selesai dan mereka bersiap pulang. Pintu keluar dibuka dan mereka keluar. Di sisi lain, di pintu masuk, sudah terbentuk antrian baru lagi, yang sama ketika sebelum mereka masuk tadi.

Apa yang mereka peroleh di dalam? Kesegaran rohani? Oh, ya, tentu saja! Setelah enam hari rutinitas monoton di kantor, sekolah, dan rumah, tibalah hari Minggu, satu-satunya hari dimana mereka tidak akan melakukan rutinitas monoton seperti biasanya. Mereka antri, masuk, beribadah, keluar, lalu berkata bahwa mereka telah mendapat kesegaran rohani setelah beraktivitas seminggu? Rupanya Gereja sudah menjadi wahana rekreasi tiap hari Minggu!

Ah, saya lupa membandingkan satu hal! Kalau kegembiraan yang diperoleh dari wahana 'Halilintar' di Dufan hanya bisa bertahan tidak sampai sehari, bagaimana dengan kesegaran rohani yang didapat di Gereja?

Bisa jadi keesokan harinya, mereka kembali ke kantor, melakukan pekerjaan mereka dengan curang, atau menyontek di sekolah, atau bertengkar dengan pasangan, atau mengumpat, atau memaki, dan atau-atau lainnya, lalu minggu depannya mereka merasa lelah dengan semuanya dan merasa butuh disegarkan kembali. Hei, Gereja bukan stasiun isi ulang, Bung! (mohon maaf saya mengatakan ini dengan agak keras)

Oh, rupanya ada lagi motivasi lain. Beberapa orang ke gereja karena musiknya bagus, menganggap itu sebagai konser musik rutin mingguan. Beberapa lagi hadir karena pengkhotbahnya menarik. "Lucu," kata mereka, seolah mereka tidak pernah punya waktu menonton program komedi di TV tiap malam. Ada motivasi lain lagi? Silakan tambah sendiri di sini!

Lalu apa sebenarnya tujuan orang ke Gereja? Ibadah. Ya, tapi ibadah yang seperti apa? Beberapa menjawab: mau ketemu Tuhan. Memangnya Tuhan tidak ada selama Senin sampai Sabtu? Terlalu sempit kalau Anda mendefinisikan ibadah sebagai kegiatan rutin 2 jam dari 168 jam seminggu. Ibadah tidak bisa dibatasi hanya pada satu titik, satu hari di satu tempat tertentu. Ibadah adalah sesuatu yang kontinu.

"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah... menjaga supaya dirinya tidak dicemarkan oleh dunia," kata Yakobus. (Yak. 1:27)

Ketika Anda berurusan dengan dunia selama enam hari dan Anda bisa bertahan untuk 'tidak dicemarkan oleh dunia,' di situlah Anda beribadah. Kalau begitu, apa yang terjadi dengan ibadah hari Minggu.

Ibadah hari Minggu hanyalah melengkapi ibadah Anda selama enam hari sebelumnya dan sepanjang enam hari berikutnya. Ibadah hari Minggu adalah saat dimana Anda bisa berkata:

"Tuhan, aku tidak sanggup bertahan di dunia penuh cobaan selama enam hari lalu, karena itu, ampunilah aku." Itulah gunanya pengampunan dosa pada ibadah Minggu.

"Tuhan, aku mau belajar bagaimana seharusnya aku bersikap, menghadapi dunia selama seminggu berikutnya." Untuk itulah Anda mendengarkan khotbah atau kesaksian dari saudara seiman lainnya.

"Tuhan, terima kasih atas tuntunan-Mu ketika aku menghadapi dunia selama seminggu kemarin." Maka Anda mengucap syukur, salah satunya melalui persembahan.

"Tuhan, bantulah aku kembali menghadapi dunia selama enam hari berikutnya." Dan Anda pun diutus dengan berkat yang Anda terima dari Tuhan.

Satu cara sederhana mengintrospeksi diri Anda, adalah ketika Anda tidak ke Gereja pada hari Minggu; apakah Anda merasa bersalah? Kalau ya, berarti Anda masih menganggap ibadah Minggu sebagai rutinitas belaka.

Ketika Anda tidak sempat ke Gereja pada hari Minggu dan Anda berkata, "Maafkan aku, Tuhan, karena tidak sempat bersekutu bersama saudara-saudara seiman lainnya hari ini. Engkau yang melihat bagaimana pergumulanku menghadapi dunia enam hari lalu dan kiranya Engkau pun memampukan aku menghadapi enam hari berikutnya," pada saat itulah Anda menyadari bahwa Gereja bukanlah sekadar wahana hiburan yang harus didatangi setiap Minggu.

Menghadiri ibadah hari Minggu di Gereja bukanlah suatu keharusan dan kewajiban, melainkan suatu keperluan yang timbul dari kesadaran bahwa Anda tidak mampu menjalani hari-hari Anda setiap minggu tanpa Tuhan.

Tidak ada komentar: