Sudah sangat lama, Orang Kristen memperdebatkan soal perbuatan
baik. Apakah orang diselamatkan dengan perbuatan baiknya, atau hanya dengan
iman kepada Yesus saja? Apakah Kekristenan menganut sistem pahala: semakin
besar pahala dari perbuatan baiknya, semakin besar kesempatannya masuk surga? Atau,
kalau Kekristenan hanya berdasar pada iman saja, mengapa masih harus melakukan
perbuatan baik; bukankah cukup percaya pada Yesus saja?
Setelah bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas,
ditambah dengan pendalaman terhadap Alkitab, ditemukanlah satu jawaban atas
masalah tersebut, sehingga kita, Orang-orang Kristen masa ini, bisa dengan satu
suara mengatakan bahwa, “… kita dibenarkan oleh iman. Adapun perbuatan baik
yang kita lakukan itu adalah hasil pembenaran tersebut.”
Mari kita lihat lebih lanjut, bagaimana posisi perbuatan baik dalam
Kekristenan. Memang, kita mengaku bahwa dengan iman kepada Yesus, kita
diselamatkan, bukan dengan perbuatan baik kita. Kita percaya, bahwa di surga
nanti tidak dilakukan hitung-hitungan untung-rugi: yang pahalanya lebih besar,
masuk sorga; yang dosanya lebih besar, masuk neraka. Salah satu ayat yang paling
lazim digunakan untuk mendukung hal ini adalah dari tulisan Paulus:
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. (Ef 2:8 – 9)
Kita diselamatkan semata-mata karena kasih karunia Allah, melalui
Yesus yang telah mati untuk menebus dosa-dosa kita. Kita tidak memiliki andil dalam
penyelamatan kita sendiri, termasuk oleh perbuatan baik kita.
“Kalau begitu, jadi Orang Kristen enak, cukup percaya Yesus,
langsung masuk surga?”
Tidak juga! Ayat dari tulisan Paulus di atas tidak hanya berhenti
sampai di situ. Uniknya, ayat ini memiliki kelanjutan:
Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. (Ef 2:10)
Sepintas, Paulus tampaknya menulis dua hal yang bertolak belakang. Katanya
hanya karena iman, bukan hasil usaha kita, tapi kok masih disuruh melakukan
pekerjaan baik lagi? Mari kita telusuri ayat membingungkan ini.
Pertama, Paulus mengatakan, “kita.” Kata ini merujuk pada Paulus
sendiri dan pembaca suratnya, yaitu, jika kita kembali ke Efesus 1:1, adalah “…orang-orang
kudus di Efesus,” atau yang lebih umum lagi, “…orang-orang percaya dalam Kristus
Yesus.” Secara tidak langsung, kata “kita” ini juga merujuk pada kita yang sampai
sekarang ini percaya dalam Kristus Yesus.
Lalu, “orang-orang yang percaya dalam Kristus Yesus” ini, menurut
Paulus adalah “… buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus….” Dan tujuan
diciptakannya orang-orang ini “dalam Kristus Yesus” adalah “… untuk melakukan
pekerjaan baik….”
Dari sini sudah cukup jelas, bahwa “pekerjaan baik” itu merupakan
tujuan hidup orang percaya, sejak ketika mereka diselamatkan. Jadi, pekerjaan
baik itu bukan prasyarat untuk masuk surga, bukan pula sesuatu yang harus
diabaikan setelah percaya kepada Yesus. Pekerjaan baik itu ibarat naluri
alamiahnya Orang Kristen. Ibarat kelelawar yang memiliki naluri untuk mencari
makan malam hari dan tidur siang hari atau ibarat burung camar yang memiliki
naluri bermigrasi sesuai musim, Orang Kristen pun memiliki naluri berbuat baik.
Perbuatan baik dan Kekristenan itu tidak terpisahkan. Orang harus melihat bahwa
Kekristenan itu identik dengan perbuatan baik, demikian pula sebaliknya.
Lagi, tambah Paulus, pekerjaan baik itu “dipersiapkan Allah
sebelumnya.” Jadi, sudah merupakan rencana Allah sejak awal bahwa Ia
menyelamatkan kita untuk melakukan pekerjaan baik. Bukan sebaliknya,
melakukan pekerjaan baik untuk diselamatkan. Tuhan mau “supaya kita hidup di
dalamnya,” yaitu di dalam pekerjaan baik tersebut. Dengan demikian, pekerjaan
baik menjadi pusat hidup Orang Kristen.
Nah, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimana kalau
seseorang telah menjadi Kristen, percaya pada Yesus, tapi masih juga tidak melakukan
perbuatan baik?
Kalau begitu, ia telah melanggar naluri Kekristenannya. Bisa jadi
ia belum sungguh-sungguh beriman kepada Yesus. Orang yang seperti itu masih
belum pantas disebut Orang Kristen, karena hanya percaya di mulut saja tetapi
sifat Kekristenannya, yaitu perbuatan baik, tidak tampak.
Akhirnya, kita bisa melihat bahwa kedua tulisan Paulus tadi itu ternyata
tidak bertolak belakang sama sekali. Memang, kita diselamatkan hanya oleh
anugerah Tuhan, bukan hasil usaha kita. Tetapi, bukan berarti penyelamatan itu
tanpa tujuan. Tuhan menyelamatkan kita dengan tujuan untuk melakukan perbuatan
baik yang telah Ia siapkan. Dengan demikian, pekerjaan baik yang kita lakukan
bukanlah pekerjaan baik yang dipaksakan agar kita memperoleh keselamatan, melainkan
pekerjaan baik yang dengan sukarela kita lakukan karena memang sudah sepatutnyalah
kita melakukannya. Ingat: kehidupan Orang Kristen tidak bisa dipisahkan dari pekerjaan
baik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar