Kamis, 27 Desember 2012

Kisah Yusuf

Malam itu ia tidak bisa tidur. Ya, ia memang tidak bisa tidur nyenyak beberapa bulan terakhir ini, tapi malam kali ini berbeda. Ia baru tiba di kota kecil ini: Betlehem; kota di mana tidak ada seorang pun yang ia kenal; kota yang sebegitu kecilnya dengan jumlah penginapan yang terbatas, yang jika dipadukan dengan sedikit kemalangan saja bisa membuatnya tidak mendapatkan tempat menginap yang layak. Tapi bukan dirinya yang dirisaukannya. Ia lebih mengkhawatirkan tunangannya yang mengandung (dan telah melahirkan bayi laki-laki saat ini).

Tapi tunggu dulu..., tunangannya? Mengandung? Ha, yang benar saja! Kisah ini mau menceritakan laki-laki kurang ajar yang menghamili anak orang, dimana status mereka masih bertunangan? Sabar, sabar. Bukan itu cerita sesungguhnya. Anda akan tahu kebenarannya sebentar lagi.

Semuanya berawal sejak beberapa bulan lalu. Ya, Anda bisa menebak, sejak itulah ia tidak bisa tidur nyenyak hingga saat ini.

* * *


Saat itu ia, Yusuf, sedang menyelesaikan ukiran sebuah meja ketika tunangannya, Maria, datang ke bengkel kerjanya dan mengatakan, "Aku hamil."

Tidak usah diulang sekali lagi untuk membuatnya memahami kata-kata itu; semuanya sudah sangat jelas. Dan seperti semua orang yang mendengar kabar buruk, ia tidak akan langsung percaya begitu saja. Sebenarnya tanda-tandanya sudah sangat jelas sebelumnya tapi ia tidak menghiraukannya; menganggapnya hanya penyakit mual-mual biasa saja. Tapi kali ini ia bisa melihat jelas perbedaan ukuran perut Maria dibandingkan minggu-minggu sebelumnya.

"Benarkah?" Ia meletakkan peralatan yang ada di tangannya dan mendekati Maria dengan ekspresi terkejut. Bukan, bukan ekspresi yang dibuat-buat. Ini serius! Ia benar-benar terkejut..., dan takut.

Ah, Anda belum mengerti, rupanya. Zaman itu di negeri itu, ketika seorang perempuan kedapatan hamil di luar nikah, ia akan diseret ke tengah lapangan kota dan seluruh warga kota akan melemparinya dengan batu sampai mati. Tidak hanya sampai di situ. Tuduhan paling berat tentunya akan ditujukan pada dirinya yang adalah tunangan perempuan itu dan yang setiap hari selalu bersama-sama dengannya.

Ia menatap Maria lekat-lekat, masih belum pulih dari keterkejutannya. Bagaimana mungkin seseorang tidak terkejut mendengar berita buruk semacam itu?

"Katakan," kedua tangannya memegang bahu Maria, "katakan padaku, siapa orangnya!?" Ia mengguncang sedikit bahu Maria, suatu bentuk intimidasi sederhana seorang laki-laki terhadap wanita, dan biasanya manjur, membuat wanita tersebut mau berterus terang.

Maria memalingkan pandangannya dari Yusuf. Ia mulai takut, tapi ia berusaha menyembunyikannya. Ia memang wanita yang tegar.

Yusuf masih menanti jawaban yang akan disampaikan Maria. Tapi ia sendiri sudah tidak sabar. Ia merasa jangan-jangan....

"Kita..., kita belum pernah melakukannya, bukan?" Perlahan-lahan ia melepaskan tangannya dari bahu Maria, lalu mundur. Kekhawatiran dan ketakutan membuat pikirannya semakin tidak logis. Semakin banyak dugaan-dugaan tidak waras dalam pikirannya.

"Kita, kita..., maksudku, aku...." Ia tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia bahkan tidak lagi menatap Maria. Ia berusaha mengingat kembali dalam pikirannya, saat-saat yang mereka lalui berdua. Seingatnya ia belum pernah melakukan hal itu. Tapi dengan situasi ini, ia dengan mudah dapat menyalahkan ingatannya itu. Ia tidak lagi mempercayai dirinya sendiri.

"Bukan," Maria mulai mengeluarkan suara dengan takut-takut, "ini tidak seperti yang kau pikirkan."

Lalu dengan volume suaranya yang normal, Maria mulai menceritakan bagaimana ia bertemu Malaikat Tuhan, yang mengabarkan kehamilannya adalah dari Roh Kudus. Pada waktu itu ia belum berani menceritakannya ke Yusuf karena ia sendiri masih bimbang.

Yusuf tidak sepenuhnya percaya kata-kata itu. Mengarang-ngarang cerita dengan membawa-bawa nama Tuhan, padahal ia menyembunyikan laki-laki lain di belakangnya? Ini tidak bisa dibiarkan. Yusuf merasa dirinya telah tertipu. Tertipu dengan cintanya terhadap Maria, dan tertipu dengan bualan tentang Malaikat, Tuhan, dan sejenisnya, yang suara-Nya bahkan sudah tidak pernah terdengar lagi sejak ratusan tahun silam. Ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini.

* * *
Malam harinya, ya, malam pertama dimana ia tidak bisa tidur nyenyak hingga beberapa bulan selanjutnya, ia naik ke tempat tidurnya dengan perasaan sangat kacau. Ia tidak pernah lagi berbicara dengan Maria sejak peristiwa itu, walaupun sejak bertunangan mereka telah tinggal satu rumah -- hanya saja mereka masing-masing tidur di ruangan yang berbeda untuk menghormati adat-istiadat setempat.

Kekacauan pikirannya membuatnya masih terjaga beberapa jam. Tapi akhirnya ia menyerah pada rasa lelah dan kantuk, dan iapun tertidur. Lalu terdengarlah suara itu.

"Jangan takut mengambil Maria sebagai isterimu, karena Anak yang dalam kandungannya sungguh berasal dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamai-Nya Yesus."

Ia membuka mata. Mimpi buruk, sangkanya. Tapi ia masih memikirkan kata-kata terakhir itu. Yesus..., Yesus..., Yehoshua: Allah menyelamatkan. Benarkah mimpi itu dari Allah?

Keesokan harinya ia memikirkan kembali keputusannya untuk mengakhiri hubungannya dengan Maria. Kalau seandainya cerita Maria kemarin benar, maka ia akan melakukan kesalahan besar kalau memutuskan hubungannya itu. Tapi apa kata orang nanti begitu melihat kondisi Maria? Sepertinya ini adalah awal pembelajarannya, belajar menjadi tegar seperti tunangannya, dan belajar untuk lebih takut kepada Allah daripada takut kepada manusia.

* * *
Hari-hari berikutnya tidak akan menyenangkan. Nazaret, tempat tinggalnya, hanyalah kota kecil. Amat kecil, cukup untuk membuat semua warganya tahu gosip terbaru hanya dalam sehari. Sebagai salah seorang dari segelintir kecil tukang kayu di daerah itu, Yusuf amatlah terkenal, dan sedikit saja gosip mengenai dirinya akan langsung menjatuhkan reputasinya.

Satu per satu pelanggannya mulai meninggalkannya. Yusuf tahu ini akan terjadi tapi ia tidak mengkhawatirkannya. Sepengetahuannya, bisnis seperti ini memang kerap mengalami jatuh bangun. Kalau pelanggan yang kabur itu tidak puas dengan hasil kerja tukang kayu lain, toh mereka pun kelak akan kembali.

Ia mampu mengontrol mata pencahariannya, tapi ia tidak mampu mengontrol omongan orang di baliknya. Ia bahkan melarang Maria keluar rumah menjelang masa-masa puncak kehamilannya untuk menghindari omongan tidak menyenangkan dari para tetangga.

Syukurlah masa-masa itu tidak berlangsung terlalu lama karena tibanya berita itu. Suatu hari seorang kurir berseragam Romawi datang ke Nazaret dan menyuruh semua orang kembali ke daerah asalnya untuk disensus. Yusuf berasal dari keturunan Daud dan untuk memenuhi perintah itu, ia harus kembali ke tempat asal Daud: Betlehem.

Di satu sisi Yusuf merasa senang karena akan meninggalkan Nazaret beserta semua gosip-gosip tidak menyenangkan di dalamnya untuk waktu yang cukup lama. Tapi di sisi lain ia khawatir. Perjalanan jauh dengan wanita hamil tentunya tidak semudah perjalanan orang biasa. Waktunya pun akan sangat lama dan bisa-bisa Maria melahirkan di tengah jalan! Ia mulai memikirkan dengan matang soal rencana perjalanan ini.

* * *
Perjalanan Nazaret-Betlehem yang dengan rombongan orang biasa ditempuh sekitar 4 hari, mereka tempuh berdua selama seminggu lebih. Wajar, Yusuf harus selalu mendahulukan kepentingan Maria yang sedang mengandung. Jika Maria merasa ia butuh istirahat maka mereka akan berhenti dan melanjutkan perjalanan setelah kondisinya pulih kembali.

Betlehem juga kota kecil, tidak begitu beda jauh dengan Nazaret, paling tidak itu yang didengar Yusuf dari rekan-rekannya. Ya, ia bisa merasakannya ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota itu: suasana kota kecil. Sayangnya pada saat itu kota kecil Betlehem dipenuhi orang banyak yang berdatangan dari luar kota. Sensus telah membuat Betlehem penuh dengan pendatang yang memiliki nenek moyang dari Betlehem pula.

Suasana ramai itu telah berlangsung beberapa hari. Yusuf dan Maria rupanya terlambat. Ketika mereka menempuh perjalanan seminggu, banyak orang dari kota-kota yang lebih dekat, yang hanya berjarak 1 -- 2 hari, telah memenuhi Betlehem. Suasana itu makin terasa ketika mereka kesulitan mencari tempat penginapan. Semuanya sudah penuh!

Seharian itu mereka mengelilingi Betlehem mencari tempat penginapan yang masih kosong, tapi tidak mereka temukan. Tempat penginapan terakhir mereka datangi ketika hari hampir malam. Tempat itu pun penuh. Yusuf memandang sedih Maria yang di atas keledai. Wajahnya pucat dan berkeringat. Ia butuh istirahat segera.

"Sekali lagi maaf, tuan, tapi Anda terlambat. Tempat ini sudah penuh sejak dua hari lalu. Tapi kalau Anda mau, kami bisa merapikan kandang di sebelah supaya Anda dan isteri Anda bisa beristirahat malam ini," kata si pemilik penginapan terakhir, merasa iba melihat kondisi Maria.

Yusuf tidak keberatan. Ia tidak mau mengambil risiko berjalan lebih jauh lagi dan menyusahkan Maria. Kandang itu cukup luas. Yusuf memperkirakan cukup untuk kira-kira 60 atau 70 ekor domba. Ia memang bukan gembala tapi ia cukup berpengalaman membantu para peternak mendirikan kandang mereka.

"Kalian beruntung, domba-domba kami sedang digembalakan dan biasanya mereka akan pulang sekitar 2 hari lagi. Tempat ini akan cukup untuk kalian. Isteri saya akan membantu isteri Anda kalau-kalau ia membutuhkan sesuatu."

"Terima kasih," kata Yusuf.

Walaupun sederhana, paling tidak mereka telah mendapatkan tempat beristirahat sementara. Tapi kondisi Maria malah semakin memburuk.

"Ia akan melahirkan. Ya Tuhan, ia akan segera melahirkan!" kata isteri pemilik penginapan histeris melihat kondisi Maria saat itu. "Tunggu di sini, aku akan mempersiapkannya. Aku juga akan membutuhkan bantuanmu," katanya lagi pada Yusuf.

Yusuf hanya berdiri bingung, memandang bergantian antara Maria dan isteri si pemilik penginapan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia belum pernah membantu proses persalinan sebelumnya.

Yusuf tidak tahan lagi berdiri untuk jam-jam berikutnya. Di hadapannya ia telah menyaksikan sendiri keajaiban proses awal mula kehidupan. Ajaib, bukan?! Bagaimana isi kandungan itu, bayi itu, keluar, menghirup nafas pertamanya di dunia, dan menangis. Ia baru bisa bernafas lega setelahnya.

"Laki-laki!" sorak isteri si pemilik penginapan itu. "Bayinya laki-laki. Sungguh suatu anugerah Allah yang luar biasa!"

Yusuf tertawa terharu. Ia masih ingat mimpinya malam itu. Bayinya laki-laki, ya, seperti kata mimpinya.

"Yehoshua," katanya.

"Ya, memang luar biasa. Allah sungguh menyelamatkan, bukan?" kata isteri pemilik penginapan itu.

"Bukan, bukan itu maksudku. Yehoshua, itulah nama-Nya. Ya..., Yesus."

Kelegaan semakin terasa sejam berikutnya. Maria beristirahat kelelahan setelah proses panjang itu, sementara Sang Anak tertidur dengan nyenyak di dalam palungan. Yusuf hanya duduk dan memandangi Bayi itu. Palungan sungguh bukanlah tempat yang nyaman. Tapi Bayi itu masih terlalu kecil untuk bisa membedakan tempat yang nyaman dan tidak. Tidak pernah terbayang di benak Yusuf kalau Anak itu nantinya tumbuh dewasa dan akan tinggal di tempat-tempat yang menurut sebagian besar orang memang kurang nyaman.

Yusuf tahu isi kitab nabi. Ia ingat Yesaya pernah menubuatkan bahwa seorang perawan akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Setahunya nubuat itu belum tergenapi. Tapi ia pun masih ragu, benarkah nubuat itu tergenapi dalam diri Maria? Kalau memang begitu, betapa beruntungnya dirinya!

Ia memperhatikan Bayi yang terlelap itu sambil mencoba mengingat-ingat kembali isi kitab para nabi: siapa nama anak yang dikatakan Yesaya itu? Imanuel, Allah beserta kita? Bayi itu menggeliat kecil di dalam palungan, membuat Yusuf tersenyum. Ya, Imanuel. Tidak salah lagi, Allah memang tidak jauh. Ia telah hadir di tengah manusia saat ini.

* * *

Catatan Penulis:
Cerita pendek ini pertama kali diposting di notes Facebook, 25 Desember 2010 dan ditampilkan ulang di halaman blog ini pada momen Natal 2012.

Tidak ada komentar: