Rabu, 30 Mei 2012

Bahasa Roh


Perhatian: Tulisan ini mungkin bersifat keras bagi beberapa orang dan mungkin akan bertabrakan dengan doktrin beberapa gereja. Tulisan ini semata dihasilkan berdasarkan penelusuran secara alkitabiah dan melalui pendalaman Alkitab tanpa bermaksud menyinggung pihak tertentu. Dibutuhkan kebijaksanaan para pembaca.

Saya berpikir tentang topik ini pada hari Pentakosta tahun 2012. Hari Pentakosta biasanya identik dengan Roh Kudus. Tapi, saya berpikir, bagaimana sebenarnya Roh Kudus itu? Misteri Roh Kudus adalah sama seperti misteri Tuhan yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan akal pikiran manusia.
Salah satu topik tentang Roh Kudus yang banyak dibicarakan dan sering menjadi bahan kontroversi antar denominasi gereja adalah Bahasa Roh. Pokok pikiran tulisan ini sebenarnya sudah sangat lama terlintas di benak saya, tetapi saya membutuhkan waktu untuk mengadakan pendalaman dan perenungan Alkitab serta mencari beberapa sumber yang saya anggap relevan.
Dalam tulisan ini, saya sedapat mungkin bersifat netral dan tidak memihak denominasi gereja mana pun. Tulisan ini saya hasilkan murni dari pengembangan pokok pikiran yang saya maksud di atas disertai pendalaman dan perenungan Alkitab ditambah pengalaman dan pergaulan saya di beberapa denominasi gereja.
Dan inilah hasilnya, yang saya bagi menjadi empat pemikiran tentang bahasa roh.


Pertama
Apa bahasa roh itu? Dalam Kisah Para Rasul 2:1-13 dikisahkan tentang peristiwa Pentakosta di Yerusalem, hari ke-50 setelah kebangkitan Yesus. Dalam kisah ini kita membaca tentang turunnya Roh Kudus dan tentang para orang percaya yang dipenuhi oleh Roh Kudus (ay. 4). Apa yang terjadi setelah mereka dipenuhi Roh Kudus? Mereka berkata-kata dalam bahasa lain, seperti yang diberikan Roh itu kepada mereka (ay. 4). Ini agaknya menjadi peristiwa pertama dimana bahasa roh dituturkan, yaitu bahasa lain yang diucapkan ketika seseorang dipenuhi oleh Roh Kudus.
Tapi, dalam kisah ini, apakah bahasa itu lalu tidak dimengerti manusia? Ternyata tidak. Bahasa itu memang tidak dimengerti oleh para orang percaya yang mengucapkannya, tetapi itu ternyata adalah bahasa asing dari daerah lain. Buktinya, orang-orang asing yang berada di Yerusalem ketika itu mengerti dan “mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.” Kalau begitu, bisa diambil kesimpulan bahwa bahasa roh bisa jadi adalah suatu bahasa asing dari (suku) bangsa lain yang bukan bahasa native (bahasa ibu) si penutur, dimana si penutur sendiri belum pernah mempelajari bahasa itu sebelumnya. Jadi, bahasa itu spontan diucapkan akibat pekerjaan Roh Kudus dalam diri si penuturnya.
Apakah hanya sampai di situ? Tidak. Paulus juga memberikan kesaksiannya.
Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia. (1 Kor. 14:2)
Di sini Paulus menjelaskan bahwa bahasa roh tidak dapat dimengerti seorang pun. Ini berarti jenis bahasa yang berbeda dari Kis. 2:1-13, karena dalam perikop itu, masih ada manusia yang dapat mengerti bahasanya. Kalau begitu, saya mengambil kesimpulan bahwa yang kedua ini memang betul-betul misteri, bahkan bagi penuturnya sendiri, kecuali bagi mereka yang memiliki karunia untuk menafsirkannya.
Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia memang tidak menyebutkan bahwa bahasa yang digunakan para orang percaya pada hari Pentakosta tersebut adalah bahasa roh, tetapi dalam Perjanjian Baru Bahasa Yunani Koine, kata yang digunakan, baik dalam Kisah Para Rasul 2 maupun 1 Korintus 12-14 adalah sama, yaitu γλώσσαις (baca: glossais) atau menggunkaan bentuk jamak γλωσσων (baca: glosson) dan beberapa padanan kata lainnya, yang semuanya diterjemahkan menjadi kata “bahasa.” Alkitab New International Version (NIV) sendiri memberikan dua alternatif terjemahan untuk kata ini, yaitu tongues dan languages. Jadi, baik terjemahan Yunani Koine maupun NIV sama-sama tidak menyebutkan kata “bahasa roh”, tetapi hanya kata “bahasa,” dimana “bahasa” yang dimaksud di sini adalah bahasa yang diucapkan akibat pekerjaan Roh Kudus dalam diri seseorang dan bahasa tersebut tidak dimengerti oleh penuturnya.
Walaupun ada beberapa kebingungan yang dihasilkan kedua keterangan di atas, intinya tetap satu, yaitu bahwa bahasa roh atau bahasa yang diucapkan akibat pekerjaan Roh Kudus dalam diri seseorang murni berdasar dari hal rohani, bukan lahiriah. Hal ini membawa saya kepada pemikiran kedua dan ketiga.


Kedua
Bahasa roh tidak dapat dipelajari dan diajarkan.
Tentu saja karena sifatnya yang rohani, berlawanan dengan sifat jasmani. Perhatikan kesaksian Paulus berikut.
… jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. (1 Kor 14:14)
Bahasa roh tidak dapat dipaksakan kepada seseorang; itu tergantung dari kehendak Tuhan terhadap roh yang diam dalam diri orang tersebut. Ketika bahasa roh diajarkan, maka orang tersebut turut menggunakan akal budinya dalam berbahasa roh. Ini tentunya berlawanan dengan kesaksian Paulus yang tidak menggunakan akal budinya dalam berbahasa roh.
Saya prihatin dengan sikap beberapa orang yang memaksakan bahasa roh, baik kepada orang lain maupun kepada dirinya sendiri. Saya juga prihatin dengan kelancangan beberapa orang yang mau mengambil alih peran Roh Kudus, dengan mengajarkan bahasa roh kepada jemaat. Hal serupa juga dapat dikatakan apabila, misalkan, seseorang masuk ke sebuah ruang ibadah dan mendengar semua orang di ruangan itu berbahasa roh, lalu ia pun ikut-ikutan berbahasa roh. Kalau ini namanya bahasa roh latah dan tentunya masih berlawanan dengan kesaksian Paulus di atas.
Ini kurang lebih sama dengan peristiwa Simon dalam Kis. 8:9-24 (walaupun tidak ada kaitannya dengan bahasa roh). Dalam kisah ini, Simon meminta kepada para rasul agar diberikan juga kuasa untuk membaptis orang dengan Roh Kudus. Ia bahkan menawarkan uang! Tetapi hal ini justru dikecam oleh Petrus. Ini menyatakan bahwa segala hal yang berkenaan dengan karunia Roh tidak dapat dicampuradukkan dengan kedunaiwian, baik itu uang ataupun akal budi manusia. Pemikiran kedua ini berkaitan dengan pemikiran ketiga saya.


Ketiga
(a) Bahasa roh hanyalah salah satu dari karunia Roh; dan (b) bahasa roh bukan indikator mutlak bahwa seseorang dipenuhi Roh Kudus.
Karunia Roh ini merupakan pokok pikiran umum tulisan Rasul Paulus dalam 1 Korintus 12.
Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (1 Kor 12:8-10)
Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. (1 Kor 12:11)
Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam jemaat…. Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh? (1 Kor 12:28-30)
Dari ayat-ayat di atas kita melihat ada begitu banyak karunia Roh: berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, mengadakan mujizat, dan masih banyak lainnya, termasuk salah satunya adalah karunia berbahasa roh dan karunia menafsirkannya. Dan berulang kali pula disebutkan kata-kata “Roh yang sama.”  Ini berarti, baik mereka yang berbahasa roh maupun yang tidak berbahasa roh tetapi memiliki karunia roh yang lain adalah sama-sama memiliki Roh Kudus dalam diri mereka.
Mengapa saya mengaitkan ini dengan pemikiran kedua di atas? Saya menemukan kenyataan memprihatinkan di gereja-gereja, dimana seseorang memaksakan harus berbahasa roh karena ia menganggap itu merupakan indikator seseorang dipenuhi Roh Kudus. Ia beranggapan bahwa jika seseorang tidak berbahasa roh, tidak ada Roh Kudus dalamnya. Sekali lagi saya katakan: bahasa roh bukanlah indikator mutlak seseorang dipenuhi Roh Kudus! Karena ketika Roh Kudus mendiami seseorang, Ia bisa memberikan karunia bermacam-macam, bukan hanya karunia berbahasa roh. Sebaliknya juga, tidak semua orang yang kita lihat berbahasa roh di depan mata kita dipenuhi Roh Kudus. Bisa jadi itu hanya bahasa roh yang dibuat-buat dengan akal budinya, seperti yang saya jelaskan di poin kedua di atas.
Jadi, sebenarnya tidak usah seseorang ngotot meminta kepada Tuhan agar diberikan karunia berbahasa roh. Saya memperhatikan, ada beberapa orang kadang minder karena tidak bisa berbahasa roh sementara orang-orang lain di jemaatnya berbahasa roh. Hal ini bisa jadi memancing orang tersebut untuk berbahasa roh asal-asalan atau dibuat-buat. Perhatikan kembali 1 Kor. 12:11 di atas! Ketika Roh Kudus berdiam dalam diri seseorang, ia akan memberikan karunia kepada orang tersebut secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. Jadi, bisa berbahasa roh atau tidak, Roh itu sendiri yang menentukan, bukannya diminta.


Keempat
Penggunaan bahasa roh.
Ini bisa dilihat pada 1 Kor. pasal 14 yang pokok pikiran keseluruhannya berbicara tentang penggunaan bahasa roh dalam jemaat. Poin penting yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa bahasa roh tidak mutlak harus digunakan dalam jemaat. Kembali saya mengutip 1 Kor 12:28-30 dari atas.
Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam jemaat…. Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh? (1 Kor 12:28-30)
Saya memberikan inti pemikiran saya, yang sepertinya juga menjadi inti pemikiran Paulus dalam tulisannya ini: ketika kita berada bersama-sama dalam jemaat, fokus utama kita adalah pembangunan jemaat.
Demikian pula kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih daripada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun jemaat. (1 Kor. 14:12)
Jadi, fokus utama karunia Roh adalah untuk membangun jemaat. Bagaimana dengan bahasa Roh?
Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri…. (1 Kor 14:4a)
Paulus menganggap bahasa roh kurang dapat membangun jemaat karena bahasa roh hanya membangun orang yang mengucapkannya, membuatnya “terhubung” dengan Allah secara rohani. Alasan Paulus jelas: manusia tidak mengerti bahasa roh. Bagaimana mungkin jemaat dibangun dari sesuatu yang tidak dimengertinya? Ditambah lagi fakta bahwa tidak semua jemaat bisa berbahasa roh, dan dalam pertemuan jemaat yang diselenggarakan secara umum, tidak menutup kemungkinan ada orang yang belum mengenal Kristus yang masuk bergabung. Apabila semua jemaat berbahasa roh, ini akan membingungkan mereka.
Jadi, saudara-saudara, jika aku datang  kepadamu, dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran? (1 Kor. 14:6)
Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan “amin” atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan? Sebab sekalipun pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya. (1 Kor. 14:16-17)
Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? (1 Kor. 14:23)
Paulus sendiri, walaupun dikaruniai kemampuan bahasa roh yang luar biasa, ia lebih memilih tidak menggunakannya demi kepentingan pembangunan jemaat.
Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua. Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh. (1 Kor. 14:18-19)
Lalu, bagaimana karunia bahasa roh digunakan untuk membangun jemaat? Paulus mengatakan bahwa itulah sebabnya dibutuhkan orang lain yang memiliki karunia untuk menafsirkan bahasa roh.
Jadi, bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun. (1 Kor. 14:26)
(ingat, kembali lagi Paulus mengingatkan bahwa semuanya itu harus dipakai untuk membangun)
Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah. (1 Kor. 14:27-28)
Ketika menggunakan karunia bahasa roh dalam pertemuan jemaat, Paulus mengingatkan bahwa yang berbahasa roh tidak usah banyak-banyak, cukup dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang saja, itupun diucapkan seorang demi seorang dan harus ada penafsir. Kalau tidak ada penafsir, orang itu harus diam, atau henya berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah, tanpa perlu diketahui atau didengar jemaat lainnya. Apa tujuannya? Jelas di ayat 33 dan 40, yaitu supaya tercipta pertemuan jemaat yang berlangsung dengan sopan dan teratur, bukannya terjadi kekacauan.
Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. (1 Kor 14:33)
Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur. (1 Kor 14:40)
(kata “segala sesuatu” di sini merujuk pada hal-hal yang dilakukan pada pertemuan jemaat, sesuai dengan pokok pikiran Paulus dalam tulisannya di 1 Kor. 14 ini)
* * *

Itulah hasil pemikiran, peninjauan dan perenungan saya tentang bahasa roh. Sekali lagi, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memecah belah atau menyinggung pihak tertentu. Jika ternyata ada doktrin gereja tertentu yang bertabrakan dengan pendapat saya di atas, bisa jadi sayalah yang salah dengan tidak melakukan peninjauan lebih lanjut terhadap doktrin gereja yang bersangkutan.
Perlu diingat juga, bahwa walaupun saya bukan orang yang memiliki karunia berbahasa roh, saya juga bukan orang yang anti dengan bahasa roh, asal bahasa roh tersebut dipergunakan dengan benar dan secara alkitabiah. Ayat terakhir saya kutip dari tulisan Paulus:
… dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh. (1 Kor 14:39b)


Pertanyaan untuk Direnungkan

1.       Seperti apakah bahasa roh menurut Saudara sendiri? Bandingkan Kis. 2:1-13 dengan 1 Kor. 14:2.

2.       Apakah Saudara termasuk orang yang memiliki karunia berbahasa roh? Jika ya, bagaimana Saudara memperoleh karunia tersebut, apakah ada pengalaman khusus? Bagaimana Saudara menggunakannya?

3.       Jika Saudara tidak memiliki karunia berbahasa roh, apakah Saudara yakin, Roh Kudus juga berdiam dalam diri Saudara? Jika demikian, apakah Saudara memiliki karunia Roh lainnya? Sebutkan!

4.       Perhatikan Jemaat/Gereja Saudara masing-masing. Apakah masing-masing orang sudah fokus membangun satu sama lain secara keseluruhan atau masih berusaha membangun dirinya sendiri-sendiri?

5.       Bagaimana Saudara memakai karunia Roh (termasuk karunia berbahasa roh, bila ada) yang Saudara miliki untuk membangun jemaat Saudara sesuai dengan ajaran Alkitab dalam 1 Kor 12 dan 14?

Tidak ada komentar: