Perhatian: Tulisan ini mungkin
bersifat keras bagi beberapa orang dan mungkin akan bertabrakan dengan doktrin
beberapa gereja. Tulisan ini semata dihasilkan berdasarkan penelusuran secara
alkitabiah dan melalui pendalaman Alkitab tanpa bermaksud menyinggung pihak
tertentu. Dibutuhkan kebijaksanaan para pembaca.
Saya berpikir
tentang topik ini pada hari Pentakosta tahun 2012. Hari Pentakosta biasanya
identik dengan Roh Kudus. Tapi, saya berpikir, bagaimana sebenarnya Roh Kudus
itu? Misteri Roh Kudus adalah sama seperti misteri Tuhan yang tidak dapat
dipecahkan hanya dengan akal pikiran manusia.
Salah satu
topik tentang Roh Kudus yang banyak dibicarakan dan sering menjadi bahan
kontroversi antar denominasi gereja adalah Bahasa Roh. Pokok pikiran tulisan
ini sebenarnya sudah sangat lama terlintas di benak saya, tetapi saya
membutuhkan waktu untuk mengadakan pendalaman dan perenungan Alkitab serta
mencari beberapa sumber yang saya anggap relevan.
Dalam tulisan
ini, saya sedapat mungkin bersifat netral
dan tidak memihak denominasi gereja mana
pun. Tulisan ini saya hasilkan murni dari pengembangan pokok pikiran yang
saya maksud di atas disertai pendalaman dan perenungan Alkitab ditambah
pengalaman dan pergaulan saya di beberapa denominasi gereja.
Dan inilah
hasilnya, yang saya bagi menjadi empat pemikiran tentang bahasa roh.
Pertama
Apa bahasa roh
itu? Dalam Kisah Para Rasul 2:1-13 dikisahkan tentang peristiwa Pentakosta di
Yerusalem, hari ke-50 setelah kebangkitan Yesus. Dalam kisah ini kita membaca
tentang turunnya Roh Kudus dan tentang para orang percaya yang dipenuhi oleh
Roh Kudus (ay. 4). Apa yang terjadi setelah mereka dipenuhi Roh Kudus? Mereka
berkata-kata dalam bahasa lain,
seperti yang diberikan Roh itu kepada mereka (ay. 4). Ini agaknya menjadi
peristiwa pertama dimana bahasa roh dituturkan, yaitu bahasa lain yang
diucapkan ketika seseorang dipenuhi oleh Roh Kudus.
Tapi, dalam
kisah ini, apakah bahasa itu lalu tidak dimengerti manusia? Ternyata tidak.
Bahasa itu memang tidak dimengerti oleh
para orang percaya yang mengucapkannya, tetapi itu ternyata adalah bahasa asing dari daerah lain. Buktinya,
orang-orang asing yang berada di Yerusalem ketika itu mengerti dan “mendengar
mereka berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.” Kalau begitu, bisa diambil
kesimpulan bahwa bahasa roh bisa jadi
adalah suatu bahasa asing dari (suku) bangsa lain yang bukan bahasa native (bahasa ibu) si penutur, dimana
si penutur sendiri belum pernah mempelajari bahasa itu sebelumnya. Jadi, bahasa
itu spontan diucapkan akibat pekerjaan Roh Kudus dalam diri si penuturnya.
Apakah hanya
sampai di situ? Tidak. Paulus juga memberikan kesaksiannya.
Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia. (1 Kor. 14:2)
Di sini Paulus
menjelaskan bahwa bahasa roh tidak dapat dimengerti seorang pun. Ini berarti
jenis bahasa yang berbeda dari Kis. 2:1-13, karena dalam perikop itu, masih ada
manusia yang dapat mengerti bahasanya. Kalau begitu, saya mengambil kesimpulan
bahwa yang kedua ini memang betul-betul misteri, bahkan bagi penuturnya
sendiri, kecuali bagi mereka yang memiliki karunia untuk menafsirkannya.
Alkitab
terjemahan Bahasa Indonesia memang tidak menyebutkan bahwa bahasa yang
digunakan para orang percaya pada hari Pentakosta tersebut adalah bahasa roh,
tetapi dalam Perjanjian Baru Bahasa Yunani Koine, kata yang digunakan, baik
dalam Kisah Para Rasul 2 maupun 1 Korintus 12-14 adalah sama, yaitu γλώσσαις (baca: glossais) atau
menggunkaan bentuk jamak γλωσσων
(baca: glosson) dan beberapa padanan kata lainnya, yang semuanya diterjemahkan
menjadi kata “bahasa.” Alkitab New
International Version (NIV) sendiri memberikan dua alternatif terjemahan
untuk kata ini, yaitu tongues dan languages. Jadi, baik terjemahan Yunani
Koine maupun NIV sama-sama tidak menyebutkan kata “bahasa roh”, tetapi hanya
kata “bahasa,” dimana “bahasa” yang dimaksud di sini adalah bahasa yang
diucapkan akibat pekerjaan Roh Kudus dalam diri seseorang dan bahasa tersebut
tidak dimengerti oleh penuturnya.
Walaupun ada
beberapa kebingungan yang dihasilkan kedua keterangan di atas, intinya tetap
satu, yaitu bahwa bahasa roh atau bahasa yang diucapkan akibat pekerjaan Roh
Kudus dalam diri seseorang murni berdasar dari hal rohani, bukan lahiriah. Hal
ini membawa saya kepada pemikiran kedua dan ketiga.
Kedua
Bahasa roh tidak dapat dipelajari dan
diajarkan.
Tentu saja
karena sifatnya yang rohani, berlawanan dengan sifat jasmani. Perhatikan
kesaksian Paulus berikut.
… jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. (1 Kor 14:14)
Bahasa roh
tidak dapat dipaksakan kepada seseorang; itu tergantung dari kehendak Tuhan
terhadap roh yang diam dalam diri orang tersebut. Ketika bahasa roh diajarkan,
maka orang tersebut turut menggunakan akal budinya dalam berbahasa roh. Ini
tentunya berlawanan dengan kesaksian Paulus yang tidak menggunakan akal budinya
dalam berbahasa roh.
Saya prihatin
dengan sikap beberapa orang yang memaksakan bahasa roh, baik kepada orang lain
maupun kepada dirinya sendiri. Saya juga prihatin dengan kelancangan beberapa
orang yang mau mengambil alih peran Roh Kudus, dengan mengajarkan bahasa roh
kepada jemaat. Hal serupa juga dapat dikatakan apabila, misalkan, seseorang
masuk ke sebuah ruang ibadah dan mendengar semua orang di ruangan itu berbahasa
roh, lalu ia pun ikut-ikutan
berbahasa roh. Kalau ini namanya bahasa roh latah
dan tentunya masih berlawanan dengan kesaksian Paulus di atas.
Ini kurang
lebih sama dengan peristiwa Simon dalam Kis. 8:9-24 (walaupun tidak ada kaitannya
dengan bahasa roh). Dalam kisah ini, Simon meminta kepada para rasul agar
diberikan juga kuasa untuk membaptis orang dengan Roh Kudus. Ia bahkan
menawarkan uang! Tetapi hal ini justru dikecam oleh Petrus. Ini menyatakan
bahwa segala hal yang berkenaan dengan karunia Roh tidak dapat dicampuradukkan
dengan kedunaiwian, baik itu uang ataupun akal budi manusia. Pemikiran kedua
ini berkaitan dengan pemikiran ketiga saya.
Ketiga
(a) Bahasa roh hanyalah salah satu dari
karunia Roh; dan (b) bahasa roh bukan indikator mutlak bahwa seseorang dipenuhi
Roh Kudus.
Karunia Roh
ini merupakan pokok pikiran umum tulisan Rasul Paulus dalam 1 Korintus 12.
Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (1 Kor 12:8-10)
Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. (1 Kor 12:11)
Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam jemaat…. Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh? (1 Kor 12:28-30)
Dari ayat-ayat
di atas kita melihat ada begitu banyak karunia Roh: berkata-kata dengan hikmat,
berkata-kata dengan pengetahuan, mengadakan mujizat, dan masih banyak lainnya,
termasuk salah satunya adalah karunia berbahasa roh dan karunia menafsirkannya.
Dan berulang kali pula disebutkan kata-kata “Roh yang sama.” Ini berarti, baik mereka yang berbahasa roh
maupun yang tidak berbahasa roh tetapi memiliki karunia roh yang lain adalah
sama-sama memiliki Roh Kudus dalam diri mereka.
Mengapa saya
mengaitkan ini dengan pemikiran kedua di atas? Saya menemukan kenyataan memprihatinkan
di gereja-gereja, dimana seseorang memaksakan harus berbahasa roh karena ia
menganggap itu merupakan indikator seseorang dipenuhi Roh Kudus. Ia beranggapan
bahwa jika seseorang tidak berbahasa roh, tidak ada Roh Kudus dalamnya. Sekali
lagi saya katakan: bahasa roh bukanlah
indikator mutlak seseorang dipenuhi Roh Kudus! Karena ketika Roh Kudus
mendiami seseorang, Ia bisa memberikan karunia bermacam-macam, bukan hanya
karunia berbahasa roh. Sebaliknya juga, tidak semua orang yang kita lihat
berbahasa roh di depan mata kita dipenuhi Roh Kudus. Bisa jadi itu hanya bahasa
roh yang dibuat-buat dengan akal budinya, seperti yang saya jelaskan di poin
kedua di atas.
Jadi,
sebenarnya tidak usah seseorang ngotot
meminta kepada Tuhan agar diberikan karunia berbahasa roh. Saya memperhatikan,
ada beberapa orang kadang minder
karena tidak bisa berbahasa roh sementara orang-orang lain di jemaatnya
berbahasa roh. Hal ini bisa jadi memancing orang tersebut untuk berbahasa roh
asal-asalan atau dibuat-buat. Perhatikan kembali 1 Kor. 12:11 di atas! Ketika
Roh Kudus berdiam dalam diri seseorang, ia akan memberikan karunia kepada orang
tersebut secara khusus, seperti yang
dikehendaki-Nya. Jadi, bisa berbahasa roh atau tidak, Roh itu sendiri yang
menentukan, bukannya diminta.
Keempat
Penggunaan
bahasa roh.
Ini bisa
dilihat pada 1 Kor. pasal 14 yang pokok pikiran keseluruhannya berbicara tentang
penggunaan bahasa roh dalam jemaat. Poin penting yang ingin saya tekankan di
sini adalah bahwa bahasa roh tidak mutlak
harus digunakan dalam jemaat. Kembali saya mengutip 1 Kor 12:28-30 dari
atas.
Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam jemaat…. Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh? (1 Kor 12:28-30)
Saya
memberikan inti pemikiran saya, yang sepertinya juga menjadi inti pemikiran
Paulus dalam tulisannya ini: ketika kita
berada bersama-sama dalam jemaat, fokus utama kita adalah pembangunan jemaat.
Demikian pula kamu: Kamu memang berusaha untuk memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih daripada itu hendaklah kamu berusaha mempergunakannya untuk membangun jemaat. (1 Kor. 14:12)
Jadi, fokus
utama karunia Roh adalah untuk membangun jemaat. Bagaimana dengan bahasa Roh?
Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri…. (1 Kor 14:4a)
Paulus
menganggap bahasa roh kurang dapat membangun jemaat karena bahasa roh hanya
membangun orang yang mengucapkannya, membuatnya “terhubung” dengan Allah secara
rohani. Alasan Paulus jelas: manusia tidak mengerti bahasa roh. Bagaimana
mungkin jemaat dibangun dari sesuatu yang tidak dimengertinya? Ditambah lagi
fakta bahwa tidak semua jemaat bisa berbahasa roh, dan dalam pertemuan jemaat
yang diselenggarakan secara umum, tidak menutup kemungkinan ada orang yang
belum mengenal Kristus yang masuk bergabung. Apabila semua jemaat berbahasa
roh, ini akan membingungkan mereka.
Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu, dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran? (1 Kor. 14:6)
Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan “amin” atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan? Sebab sekalipun pengucapan syukurmu itu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya. (1 Kor. 14:16-17)
Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? (1 Kor. 14:23)
Paulus
sendiri, walaupun dikaruniai kemampuan bahasa roh yang luar biasa, ia lebih
memilih tidak menggunakannya demi kepentingan pembangunan jemaat.
Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua. Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh. (1 Kor. 14:18-19)
Lalu,
bagaimana karunia bahasa roh digunakan untuk membangun jemaat? Paulus
mengatakan bahwa itulah sebabnya dibutuhkan orang lain yang memiliki karunia
untuk menafsirkan bahasa roh.
Jadi, bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun. (1 Kor. 14:26)
(ingat, kembali lagi Paulus
mengingatkan bahwa semuanya itu harus
dipakai untuk membangun)
Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya. Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah. (1 Kor. 14:27-28)
Ketika
menggunakan karunia bahasa roh dalam pertemuan jemaat, Paulus mengingatkan
bahwa yang berbahasa roh tidak usah banyak-banyak, cukup dua atau
sebanyak-banyaknya tiga orang saja, itupun diucapkan seorang demi seorang dan
harus ada penafsir. Kalau tidak ada penafsir, orang itu harus diam, atau henya
berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah, tanpa perlu diketahui
atau didengar jemaat lainnya. Apa tujuannya? Jelas di ayat 33 dan 40, yaitu
supaya tercipta pertemuan jemaat yang berlangsung dengan sopan dan teratur,
bukannya terjadi kekacauan.
Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. (1 Kor 14:33)
Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur. (1 Kor 14:40)
(kata “segala sesuatu” di sini
merujuk pada hal-hal yang dilakukan pada pertemuan jemaat, sesuai dengan pokok
pikiran Paulus dalam tulisannya di 1 Kor. 14 ini)
* * *
Itulah hasil
pemikiran, peninjauan dan perenungan saya tentang bahasa roh. Sekali lagi,
tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memecah belah atau menyinggung pihak
tertentu. Jika ternyata ada doktrin gereja tertentu yang bertabrakan dengan
pendapat saya di atas, bisa jadi sayalah yang salah dengan tidak melakukan
peninjauan lebih lanjut terhadap doktrin gereja yang bersangkutan.
Perlu diingat
juga, bahwa walaupun saya bukan orang yang memiliki karunia berbahasa roh, saya
juga bukan orang yang anti dengan bahasa roh, asal bahasa roh tersebut dipergunakan dengan benar dan secara
alkitabiah. Ayat terakhir saya kutip dari tulisan Paulus:
… dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh. (1 Kor 14:39b)
Pertanyaan untuk Direnungkan
1.
Seperti apakah bahasa roh menurut Saudara
sendiri? Bandingkan Kis. 2:1-13 dengan 1 Kor. 14:2.
2.
Apakah Saudara termasuk orang yang memiliki
karunia berbahasa roh? Jika ya, bagaimana Saudara memperoleh karunia tersebut,
apakah ada pengalaman khusus? Bagaimana Saudara menggunakannya?
3.
Jika Saudara tidak memiliki karunia berbahasa
roh, apakah Saudara yakin, Roh Kudus juga berdiam dalam diri Saudara? Jika
demikian, apakah Saudara memiliki karunia Roh lainnya? Sebutkan!
4.
Perhatikan Jemaat/Gereja Saudara masing-masing.
Apakah masing-masing orang sudah fokus membangun satu sama lain secara
keseluruhan atau masih berusaha membangun dirinya sendiri-sendiri?
5.
Bagaimana Saudara memakai karunia Roh (termasuk
karunia berbahasa roh, bila ada) yang Saudara miliki untuk membangun jemaat
Saudara sesuai dengan ajaran Alkitab dalam 1 Kor 12 dan 14?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar